PERKEMBANGA INFLASI TAHUN 1998 - 2014

A. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUN 1998

Inflasi dalam tahun 1998 diperkirakan akan mencapai tingkat yang tertinggi sejak tahun 1970. Perkiraan ini berdasarkan pencapaian inflasi sebesar 35,07 persen selama periode Januari - Mei 1998. Angka inflasi yang relatif tinggi tercatat sebesar 33,3 persen pada tahun 1974.
Berdasarkan tingkat inflasi dan bobotnya maka kelompok bahan makanan merupakan penyumbang inflasi terbesar selama lima bulan terakhir ini. Dalam kelompok ini tercatat beberapa jenis komoditi yang memberikan sumbangan besar terhadap inflasi, seperti bawang merah, tomat sayur, ikan segar, telur ayam ras, beras, dan minyak goreng. Namun demikian kenaikan harga dalam kelompok ini memperlihatkan kecenderungan yang semakin menurun.
Kenaikan harga yang terjadi pada kelompok transportasi dan komunikasi kasi sebesar 17,25 persen pada bulan Mei 1998 diperkirakan dapat mendorong laju inflasi yang relatif tinggi pada bulan mendatang. Kenaikan biaya transportasi ini merupakan akibat langsung dari kenaikan harga bahan bakar minyak. 
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Umum
6,88
12,76
5,49
4,70
5,24
Bahan makanan
10,15
16,07
5,42
6,80
3,90
Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
5,14
15,95
7,15
7,68
4,00
Perumahan
3,64
10,03
3,50
2,29
4,14
Sandang
12,56
15,62
12,50
4,34
4,53
Kesehatan
8,79
19,93
4,63
5,29
2,40
Pendidikan, rekreasi, dan olahraga
3,72
8,42
2,18
1,50
1,41
Transportasi dan komunikasi
5,84
5,81
1,59
4,94
17,25
Tabel 3
Inflasi menurut kelompok barang tahun 1Perkembangan Besaran Moneter,Maret 1998 - Mei 1998 (miliar Rp.)
catatan : perhitungan inflasi ini merupakan indeks harga gabungan 44 kota.
Sumber : Biro Pusat Statis

B. INFLASI TAHUN 1999
Tahun 1999 merupakan tahun pemulihan bagi Pasar Modal Indonesia setelah dalam beberapa tahun terakhir dilanda krisis ekonomi. Membaiknya kondisi pasar modal tersebut ditandai dengan meningkatnya volume dan nilai transaksi perdagangan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) masing-masing sebesar 96,95% dan 48,35% dibandingkan tahun 1998.
Perkembangan lainnya nampak dari proporsi perdagangan saham pada tahun 1999, di mana pemodal lokal mendominasi perdagangan sebesar 65,02% dari total nilai transaksi sedangkan transaksi yang dilakukan oleh pemodal asing sebesar 34,98%.
Meningkatnya aktivitas perdagangan di bursa tidak terlepas dari pengaruh terbentuknya pemerintah baru yang legitimate dan diharapkan dapat menciptakan stabilitas politik dan ekonomi yang lebih baik. Dalam tahun 1999, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 1,8% dibandingkan tahun 1998 sebesar -13,2% dengan tingkat inflasi menurun tajam menjadi sebesar 2,01% dibandingkan dengan tingkat inflasi pada tahun sebelumnya sebesar 77,6% .
Perkembangan tersebut lebih membuka peluang bagi Pasar Modal Indonesia sebagai sumber alternatif pembiayaan bagi perusahaan dalam memperbaiki struktur keuangannya. Perusahaan-perusahaan yang melakukan penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) sebagian besar menggunakan dana yang diperoleh untuk keperluan restrukturisasi keuangan dan penambahan modal kerja. Sedangkan untuk Emiten sektor perbankan pada umumnya melakukan penerbitan HMETD untuk memenuhi ketentuan rasio kecukupan modal yang dipersyaratkan.
Selama tahun 1999 terjadi 11 Penawaran Umum Saham Perdana (dan 1 Perusahaan Publik) dengan nilai emisi sebesar Rp805,2 miliar, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 3 Penawaran Umum Saham Perdana (dan 1 Perusahaan Publik) dengan nilai Rp68 miliar. Selain itu terdapat 30 penerbitan HMETD dengan nilai Rp129,93 triliun, meningkat tajam dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 19 Penerbitan HMETD dengan nilai sebesar Rp5,07 triliun.
Dalam rangka meningkatkan transparansi laporan keuangan, pada saat ini tengah dilakukan pengkajian ulang peraturan Bapepam dalam bidang laporan keuangan dan akuntansi untuk disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi dalam standar pelaporan dan akuntansi. Selain itu Bapepam mengingatkan secara terus menerus kepada Emiten dan Perusahaan Publik untuk menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengacu pada standar internasional. Ada 3 peraturan. Peraturan baru meliputi hal-hal yang berkaitan dengan Tata Cara Penagihan Sanksi Administratif Berupa Denda dan Pokok-pokok Ketentuan Perjanjian Pinjaman Subordinasi Perusahaan Efek, sedangkan penyempurnaan peraturan meliputi antara lain Sistem Pemilihan dan Kriteria Calon Komisaris dan Direktur Bursa Efek, Pemeliharaan dan Pelaporan Modal Kerja Bersih Disesuaikan. Di samping itu Bapepam juga menunda pemberlakuan ketentuan Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) sebesar Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan efisiensi pasar modal, Bapepam aktif mendorong SRO serta pelaku pasar modal lainnya untuk menerapkan perdagangan tanpa warkat dan penyelesaian dengan sistem pemindahbukuan yang akan diterapkan pada semester pertama tahun 2000. Bapepam telah menyetujui peraturan pelaksanaannya antara lain meliputi peraturan mengenai Kliring dan Penyelesaian Transaksi Bursa Tanpa Warkat dan peraturan mengenai Penitipan Kolektif Efek Bersifat Ekuitas.
Di bidang pengaturan dalam tahun 1999, Bapepam menerbitkan 2 peraturan baru dan menyempurnakan Rp5 miliar sampai dengan 1 April 2000. Dalam mengantisipasi Masalah Komputer Tahun 2000 (MKT 2000), Bapepam telah membentuk Komite Y2K Pasar Modal dan Millenium Event Management Y2K. Selain itu, Bapepam bersama SRO aktif meyakinkan pihak pemodal dan pihak terkait lainnya mengenai kesiapan industri Pasar Modal Indonesia menghadapi MKT 2000, sehingga Pasar Modal Indonesia terbebas dari masalah Y2K.
Di masa mendatang, Bapepam terus akan mendorong penerapan prinsip good corporate governance bagi pelaku pasar modal untuk lebih memperhatikan keterbukaan dan mekanisme pengawasan sehingga kinerja perusahaan dapat terpantau lebih baik dan untuk meningkatkan kepercayaan pemodal.
Demikian pula Pasar Modal Indonesia terus berupaya menjadi pasar modal yang sehat dan dinamis. Sebagai badan yang bertugas membina, mengatur, dan mengawasi perkembangan Pasar Modal Indonesia, Bapepam akan mengembangkan program-program yang mendukung agar proses peningkatan tersebut berkelanjutan dan konsisten pada prinsip-prinsip keterbukaan menuju pasar modal yang wajar, teratur, dan efisien

C. INFLASI TAHUN 2000
Badan Pusat Statistik (BPS)  mencatat selama Desember 2000, inflasi mencapai 1,94 persen, sehingga laju inflasi selama tahun 2000 mencapai 9,35%. Sedangkan laju inflasi tahun anggaran (April–Desember) 2000 sendiri mencapai sebesar 8,33%, ”Selama Desember 2000 secara umum harga  berbagai jenis barang dan jasa menunjukkan kenaikan, terutama disebabkan dengan beberapa hari raya,” kata Kepala BPS Soedarti Surbakti seperti dilaporkan Antara di Jakarta, Rabu (3/1).
Besarnya laju inflasi tahun 2000 ini lebih tinggi dibanding tahun 199 yang hanya mencapai 2,01 %, tapi jauh lebih rendah  dibanding tahun 1998 yang mencapai 77,63%. Selama  Desember, kata Soedarti, beberapa jenis barang dan jasa yang naik. ”Namun ada pula beberapa jenis barang yang turun harga,” kata dia.
Masih untuk bulan Desember, seluruh kelompok pengeluaran yang tercakup dalam Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami inflasi, yaitu kelompok bahan makanan sebesar 5,09%; kelompok maknan jadi, minuman rokok dan tembakau 0,77 bahan makanan sebesar 5,09%; kelompok maknan jadi, minuman rokok dan tembakau 0,77%; kelompok perumahan sebesar 0,37%; kelompok sandang sebesar 2,81% kelompok kesehatan sebesar 0,41%; serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 0,39%; serta kelompok transport dan komunikasi 1,16%.
Selama Desember 2000, tercatat 41 kota IHK mengalami inflasi dan dua kota mengalami deflasi, dimana inflasi tertinggi terjadi di Sibolga, Sumatera Utara,sebesar 4,63% dan inflasi terendah di Batam, Riau, sebesar 0,41%. ”Deflasi atau inflasi minus terjadi di Manado sebesar minus 0,16 % dan Kendari minus 0,73 %,” kata Soedarti.
Di Pulau Jawa inflasi terbesar selama Desember 2000 tercatat di surakrta, Jawa Tengah, sebesar 3,04 % dan inflasi terendah di Yogyakarta sebesar 1,37%.

D. INFLASI TAHUN 2001
Mei 2001 Inflasi Mencapai 1,13 persen
TEMPO Interaktif, Jakarta:Inflasi terjadi hampir di seluruh kota di Indonesia. 42 dari 43 kota di Indonesia pada bulan Mei 2001 mengalami inflasi. Dengan inflasi tertinggi terjadi di Palu sebesar 6,36 persen dan terendah di Pontianak sebesar 0,18 persen. Secara keseluruhan inflasi bulan Mei 2001 sebesar 1,13 persen. Sedangkan deflasi hanya terjadi di Jayapura yaitu sebesar –0,05 persen. “Laju inflasi tahun kalender (Januari-Mei) 2001 sebesar 3,73 persen, sedangkan inflasi year on year (Mei2001 terhadap Mei 2000) sebesar 10.82 persen,” kata Kepala Badan Pusat Statistik, Soedarti Surbakti dalam pengumuman resminya di Gedung Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta, Jum’at (01/06) siang.
Inflasi, kata Soedarti, terjadi karena adanya kenaikan harga barang dan jasa. Harga kelompok bahan makanan naik sebesar 1,5 persen. Rinciannya, harga kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,99 persen. Harga kelompok perumahan naik 0,81 persen; harga kelompok sandang 1,97 persen; harga kelompok kesehatan 1,04 persen; harga kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga 0,24 persen dan harga kelompok transport dan komunikasi 0,69 persen.
Pada kelompok bahan makanan pada bulan Mei 2001 ini terjadi kenaikan indeks dari 262,89 pada bulan April 2001 menjadi 266,84. Pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau kenaikan indeks terjadi dari 252,77 pada April 2001 jadi 255,28 pada bulan Mei. Kelompok perumahan mengalami kenaikan indeks dari 190,09 pada bulan April 2001 menjadi 191,63. Pada kelompok sandang terjadi kenaikan dari 264,85 pada bulan April 2001 menjadi 270,08. Kelompok kesehatan pada bulan Mei 2001 mengalami kenaikan indeks dari 252,17 menjadi 254,79. Indeks untuk kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga mengalami kenaikan 203,41 pada bulan April menjadi 203,89. Sedangkan dari kelompok transport dan komunikasi indeks pada bulan April sebesar 196,06 dan indeks pada bulan Mei 2001 sebesar 197,42. (Zacharias Wuragil)
RAPBN 2001 Masih Rawan Inflasi Liputan6.com, Jakarta: Pemerintah mengaku optimistis dengan prospek pemulihan ekonomi Indonesia di tahun 2001. Menteri Keuangan Prijadi Praptosuhardjo, Senin (23/10) pagi tadi menyampaikan jawaban atas pemandangan umum DPR tentang nota keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2001. Dalam jawabannya, Prijadi menetapkan asumsi nilai tukar rupiah adalah Rp 7.300 per dolar Amerika Serikat. Sementara inflasi yang semula berkisar enam sampai delapan persen, kini ditetapkan menjadi tujuh persen.
Sementara itu pengamat ekonomi Dr Syahrir dalam wawancaranya dengan SCTV mengatakan, asumsi RAPBN 2001 dipenuhi dengan tingkat prediksi yang meragukan. Misalnya, asumsi harga minyak dan gas yang sangat timpang dengan harga saat ini. Begitu pula dengan penetapan kurs nilai rupiah. Menurut dia, persoalannya bukan pada ketimpangan tersebut, melainkan cara pencapaian asumsi tersebut.
Syahrir mengingatkan, mestinya disadari bahwa RAPBN 2001 mengalami defisit. Karena itu, pemerintah mesti mengatasi hal itu dengan aset privatisasi Badan Usaha Milik Negara dan bahan bakar minyak. Jika tidak, Indonesia akan mengalami inflasi. Sebab, selain persoalan defisit tadi, masih ada tekanan makroekonomi yang juga sangat tinggi.(HFS/Tim Liputan 6 SCTV)

E. Inflasi tahun 2002
Laju inflasi pada bulan Juni 2002 mencapai 0,36% lebih rendah dibandingkan bulan yang smaa tahun sebelumnya (1,67%). Secara keseluruhan hingga 6 bulan pertama (Januari – Juni) tahun 2002 laju inflasi mencapai 4,46% lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,46%. Sedangkan pada bulan November 2002 inflasi sebesar 1,85%. Dengan demikian laju inflasi kalender (Januari – Juni) 2002 sebesar 8,72%. Mengenai laju inflais kalender yang mencapai 8,72% angka ini lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 10,76%. Bulan Ramadhan berpengaruh terhadap perkembangan harga berbagai jenis barang dan jasa. Hal ini terbukti yaitu adanya kenaikan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 4,92 dan angka 265,95 pada Oktober 2002 menjadi 270,87 pada November 2002.
Walaupun secara keseluruhan kondisi perekonomian Indonesia terus menunjukkan perbaikan namun beberapa indikator lainnya masih belum sepenuhnya pulih.

Tabel. Inflasi Nasional per Bulan, Jnauari – Desember 2002
Bulan / Month
2002
Januari
1.99
Februari
1.50
Maret
-0.02
April
-0.24
Mei
0.80
Juni
0.36
Juli
0.82
Agustus
0.29
September
0.53
Oktober
0.54
Nopember
1.85
Desember
1.20
Total
10.03


Analisis Tabel
Inflasi terbesar tahun 2002 pada bulan Januari yaitu sebesar 1,99%. Inflasi terendah / deflasi adalah bulan Maret. Laju inflasi pada bulan Juni 2002 mencapai 0,36% lebih rendah dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya (1,67%). Secara keseluruhan hingga 6 bulan pertama (Januari – Juni) tahun 2002 laju inflasi mencapai 4,46%. Secara keseluruhan kondisi perekonomian Indonesia terus menunjukkan perbaikan.

F. Inflasi tahun 2003
PERKEMBANGAN  EKONOMI  MONETER  ( INFLASI )
TAHUN  2003

No
BULAN
INFLASI %
IHK
(Bln Po) %
HK
(Bulan Pn) %
Tingkat Kenaikan IHK %
LAJU INFLASI %
INFLASI year on year(2003 dg 2002) %
1
Januari
0,80
274,13
276,33
2,20
0,80
8,74
2
Pebruari
0,20
276,33
276,87
0,54
1,00
7,34
3
Maret
-0,23
276,87
276,23
-0,64
0,77
7,12
4
April
0,15
276,23
276,65
0,42
0,92
7,54
5
Mei
0,21
276,65
277,23
0,58
1,13
6,91
6
Juni
0,09
277,23
277,49
0,26
1,23
6,62
7
Juli
0,03
277,49
277,58
0,09
1,26
5,79
8
Austus
0,84
277,58
279,92
2,34
2,11
6,38
9
September
0,36
279,92
280,93
1,01
2,48
6,20
10
Okrtober
0,55
280,93
282,48
1,55
3,05
6,22
11
November
1,01
282,48
285,32
2,84
4,08
5,33
12
Desember
0,94
285,32
287,99
2,67
5,06
5,06
Total
5,06
3341,16
3355,02
13,86
23,89
79,25

ANALISIS
            Pada   tahun  2003,  inflasi  terbesar  terjadi  pada  bulan  November  yaitu  sebesar  1,01% dan  mengalami  deflasi  pada  bulan  Maret  sebesar  -0,23%.  Sedangkan  inflasi  terendah  ( bukan  deflasi )  adalah  sebesar  0,03%.
    Tingkat  kenaikan  IHK  pada  tahun  ini  yang  terbesar  terjadi  pada  bulan  November  yaitu   sebesar  2,84%  yang  merupakan  hasil  dari  pengurangan  IHK  bulan  November  tahun 2003  dengan  IHK  bulan  Oktober  tahun  2003  yaitu  dari  285,32%  dengan  282,48%. Sedangkan  tingkat  kenaikan  IHK  terendah  terjadi  pada  bulan  Maret  yaitu  sebesar  -0,64%   yang  merupakan  hasil  pengurangan  dari  IHK  bulan   Maret  tahun  2003  dengan  IHK  bulan Pebruari  tahun  2003  yaitu  dari  276,23%  dengan  276,87%.
            Laju  inflasi  terbesar  terjadi  pada   bulan  Desember  sebesar  5,06%  dan  laju  inflasi terendah  terjadi  pada  bulan  Maret  sebesar  0,77%.
Inflasi  year  on  year  yang  terbesar  terjadi  pada  bulan  Januari  yaitu  sebesar   8,74%  yang  merupakan  perbandingan  antara  bulan   Januari  tahun  2002  dengan  Januari  tahun 2003.  Sedangkan  inflai  year  on  year  terendah  terjadi  pada   bulan  Desember  yaitu sebesar 5,06 %  yang  merupakan   perbandingan  antara  bulan  Desember  tahun  2002  dengan Desember  tahun  2003.

G. Inflasi tahun 2004-2011
Dari tabel di bawah ini dapat kita lihat bahwa perkembangan inflasi Indonesia dari tahun 2004 – 2011 sangat fluktuatif namun begitu secara keseluruhan memiliki tren yang positif. Pada tahun 2004 inflasi di Indonesia sebesar 6,4 %
Berdasarkan data statistik yang di peroleh  dari BPS di Indonesia bahwa perkembangan laju inflasi mulai dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2011, pada tahun 2004  IHK meningkat menjadi 792,09 persen dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 5,1 persen (629,90). Hal ini disebabkan oleh naiknya inflasi pada tahun 2004 dengan angka 6,4 persen.  Pada akhir tahun 2004 tepatnya tanggal 26 Desember 2004, terjadi musibah gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan sebagian Sumatera.  Sehingga ini merupakan musibah yang dialami oleh bangsa Indonesia karena kerusakan yang ditimbulkan amat parah oleh bencana tersebut.
Tabel 1.1
Perkembangan Laju Inflasi Di IndonesiaTahun 2004 - 2011
Tahun
Inflasi ( %)
Pertumbuhan (%)
2004
6,4
-
2005
17,1
1,67
2006
6,60
-0,61
2007
6,59
0,00
2008
11,06
0,68
2009
2,78
-0,75
2010
6,96
1,50
2011
3,79
-0,46
                 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah), 2012
Dampak dari bencana tersebut sangat berperpengaruh terhadap meningkatnya laju inflasi hingga berlanjut pada tahun 2005 menjadi 17,1 persen, yang kemudian pada tahun 2006 laju inflasi menjadi 6,60 persen. Sama halnya pada tahun 2006. Pada tahun 2007 laju inflasi masih stagnan di posisi 6,59 persen, ini membuktikan pada saat itu perekonomian indonesia dalam kondisi stabil. Pada tahun 2008 kondisi ekonomi global mengalami goncang krisis, yang berawal ketika Amerika serikat gagal mengelola usaha properti, sehingga berdampak terhadap laju inflasi dalam negeri yang meningkat mencapai 11,06 persen.
Dorongan tersebut berasal dari lonjakan harga minyak dunia yang mendorong dikeluarkannya kebijakan subsidi harga BBM. Tekanan inflasi makin tinggi akibat harga komoditi global yang tinggi. Namun inflasi tersebut berangsur menurun di akhir tahun 2008 karena harga komoditi yang menurun dan penurunan harga subsidi BBM.
Pada tahun 2009 kondisi perekonomian dunia dan khususnya Indonesia mulai menunjukkan perbaikan dengan menurunnya laju inflasi ke 2,78 persen dan pada tahun 2010 kembali terjadi krisis ekonomi di eropa dan berpengaruh pada perekonomian global, kondisi ini sangat berdampak terhadap Negara- Negara berkembang salah satunya  Indonesia yang sangat bergantung pada lembaga bank dunia dan IMF. Pada saat itu menunjukkan laju inflasi Indonesia sebesar 6,78. Pada tahun 2011 indonesia berhasil mengantisipati krisis ekonomi yang terjadi di dunia dengan kondisi ekonomi yang stabil laju inflasi pada tahun 2011 sebesar 3,78

H. Inflasi Tahun 2011 - 2014
Bulan
Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014

IHK
Inflasi
IHK
Inflasi
IHK
Inflasi
IHK
Inflasi

Jan
126.29
0.89
130.9
0.76
136.88
1.03
110.99
1.07

Feb
126.46
0.13
130.96
0.05
137.91
0.75
111.28
0.26

Mar
126.05
-0.32
131.05
0.07
138.78
0.63
111.37
0.08

Apr
125.66
-0.31
131.32
0.21
138.64
-0.1
111.35
-0.02

Mei
125.81
0.12
131.41
0.07
138.6
-0.03
111.53
0.16

Jun
126.5
0.55
132.23
0.62
140.03
1.03
112.01
0.43

Jul
127.35
0.67
133.16
0.7
144.63
3.29
113.05
0.93

Agt
128.54
0.93
134.43
0.95
146.25
1.12
113.58
0.47

Sep
128.89
0.27
134.45
0.01
145.74
-0.35
113.89
0.27

Okt
128.74
-0.12
134.67
0.16
145.87
0.09
114.42
0.47

Nov
129.18
0.34
134.76
0.07
146.04
0.12
116.14
1.5

Des
129.91
0.57
135.49
0.54
146.84
0.55
N.A
N.A

Tahunan

3.79

4.3

8.38




Keterangan :

1.      Sebelum April 1979, yang digunakan sebagai dasar yaitu September 1966 ( September 1966 = 100 )

2.       Mulai April 1979, digunakan istilah Indeks Harga Konsumen (sebelumnya menggunakan istilah Index Biaya Hidup). Dasarnya April 1977-Maret 1978. Menggunakan pola konsumsi hasil SBH (Survey Biaya Hidup ) tahun 1977/1978 di 17 ibukota propinsi ( April 1977-Maret 1978 = 100 ).

3.       Mulai April 1990-1997, IHK menggunakan tahun dasar 1988/1989. Menggunakan pola konsumsi biaya hidup hasil SBH di 27 ibukota propinsi. (1988/1989 = 100 )

4.       Mulai Desember 1997, IHK menggunakan pola konsumsi hasil SBH di 44 Kota tahun 1996. ( 1996 = 100)

5.       Mulai Januari 2004, digunakan tahun dasar 2002. IHK dihitung berdasarkan pola konsumsi hasil SBH di 45 kota tahun 2002 ( 2002 = 100 )

6. Mulai Juni 2008, digunakan tahun dasar 2007, IHK dihitung berdasarkan pola konsumsi hasil SBH di 66 kota tahun 2007 (2007 = 100)

7. Mulai Tahun 2014, digunakan tahun dasar 2012, IHK dihitung berdasarkan pola konsumsi hasil SBH di 82 kota tahun 2012 (2012 = 100)

2 komentar:


  1. Thanks ya, artikel sangat membantu dalam menyelesaikan tugas perkuliahan tentang inflasi dan pengangguran. Kunjungi juga ya MAKALAH INFLASI DAN PENGANGGURAN

    BalasHapus
  2. Inflasi yang tinggi tahun 1998 menyebabkan krisis perekonomian

    BalasHapus