BAB I
KASUS
A.
KASUS PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE
Perusahaan besar harus siap dengan
ujian besar pula. Di tengah pergeseran tren masyarakat yang mulai menunjukkan
minat terhadap sistem asuransi, perusahaan asuransi pun harus menunjukkan bahwa
ia betul-betul dapat menjadi andalan dan harapan masyarakat yang membutuhkan
“perlindungan”nya. Sedikit memantau. Setelah dahulu pernah bermasalah (digugat
pailit) oleh salah satu agen penjualnya, PT.Prudential Life Assurance harus
berjibaku kembali, kali ini dengan pihak nasabahnya. Pokok perkaranya adalah
“klaim” asuransi yang tidak dibayarkan.
Sebagai pengingat, PT. Prudential,
yang secara umum layak diakui prestasinya.Terutama dalam menjaring nasabah.
Digugat oleh Victor Joe Sinaga, suami dari almarhumah Eva Pasaribu yang
merupakan nasabah perusahaan asuransi jiwa tersebut. Pengadilan Negeri (PN)
Jakarta Selatan melanjutkan sidang kasus ini kemarin (18/10) setelah sebelumnya
proses mediasi menemui jalan buntu. Pada sidang hari itu acara yang
dilaksanakan adalah Jawaban dari Prudential atas Gugatan Victor. Inti jawaban
Prudential adalah membantah seluruh tuduhan Victor yang menyatakan Prudential
telah melanggar perjanjian Polis Asuransi dengan Eva. Justru sebaliknya
Prudential menuduh Eva telah berbohong karena ketika mengajukan asuransi pokok
dan tambahan, ia tidak mengaku kalau mengidap penyakit jantung. Itu lah yang
menjadi dasar bagi penolakan klaim Victor ketika istrinya meninggal dunia. Itu
lah intinya.
Oke. Detail perkara dan proses
persidangan itu biarlah berjalan. Adu dalil atau bantahan biarlah menjadi jatah
para kuasa hukum (pengacara) mereka. Yang hendak penulis garis bawahi adalah
preseden apa dari kasus ini ditinjau dari sisi pengaruhnya terhadap masyarakat.
Memang jika dilihat dari argumen-argumen kedua pihak yang berperkara ini
sama-sama punya alasan. Yang satunya menggugat wanprestasi dan menuntut
klaimnya dibayar, sedangkan lawannya menolak karena merasa nasabah
menyembunyikan penyakitnya.
Ini memang debatable. Sepengetahuan penulis, selama ini memang calon
nasabah yang hendak mengikuti program asuransi dilarang menyembunyikan riwayat
penyakitnya. Yang menjadi masalah di sini adalah sangat jarang, bahkan mungkin
belum pernah ditemui adanya syarat formal sebuah medical check up kesehatan
calon nasabah. Hal ini akan menjadi masalah besar jika ternyata “nasabah sendiri tidak
mengetahui bahwa ia mengidap suatu penyakit”. Ada sebuah lubang
besar persengketaan disini. Yang bisa menjadi penghambat kepastian berasuransi
itu. Di sadari atau tidak ini akan sangat “menakut” kan nasabah. Bisa terjadi
kekhawatiran yang beralasan bagi nasabah lain. Tentu saja mengenai kepastian
pembayaran klaim itu.
Terhadap kasus ini. Mengingat mediasi
yang diharapkan menjadi penyelesaian terbaik ternyata gagal. Yang akan sangat
berperan nantinya adalah bukti. Sebuah pembuktian bahwa:
1.
Apakah
benar Almarhumah Eva menyembunyikan riwayat penyakit jantungnya?
2.
Apakah
benar Prudential telah wanprestasi (ingkar janji) terhadap perjanjian yang
telah tercantum di polis asuransi?
Untuk bukti yang pertama jelas adalah
kewajiban Prudential untuk membuktikannya. Jika ia bisa membuktikan secara
tertulis, diantaranya hasil medical check up nasabah sebelum perjanjian polis
yang jelas menyatakan bahwa Almarhumah Eva mengidap penyakit jantung. Dan
riwayat ini tidak diserahkan oleh calon nasabah. Maka jelas penolakan klaim
oleh prudential itu layak diterima secara hukum. Namun jika tidak ada, atau
bukti yang diajukan adalah hasil pemeriksaan setelah yang bersangkutan meninggal.
Maka bukti itu akan sangat lemah. Apalagi jika dalam syarat penandatanganan
polis asuransi tidak di perjanjikan adanya medical check up. Terkecuali pihak
Prudential menganggap memiliki bukti lain yang cukup untuk itu.
Untuk bukti yang kedua tentu saja masih
sangat terkait dengan bukti pertama. Yakni polis asuransi itu sendiri. Bukti
ini menjadi penguat saat kebohongan/penyembunyian riwayat penyakit nasabah ini
terbukti atau tidak terbukti.
Di luar itu semua. Penulis sangat menyayangkan kegagalan proses mediasi
itu. Karena jika Prudential berpikir panjang dengan menimbang masih adanya
“lubang-lubang” persengketaan itu. Yang tentu saja nantinya harus diperbaiki
secara profesional. Maka langkah yang paling bijak sesungguhnya adalah membayar
saja klaim itu. Almarhumah Eva menurut riwayatnya telah menjadi nasabah
perusahaan asuransi ini sejak tahun 2007 dan meninggal pada tahun 2009.
Dapatlah dianggap cukup loyal. Apalagi diketahui bahwa kubu Victor ternyata
dalam proses mediasi bersedia menurunkan tuntutan klaim asuransi menjadi
sebesar Rp.80 juta saja. Suatu jumlah yang “kecil”
untuk perusahaan asuransi semapan Prudential. Belum lagi jika Prudential mau
mempertimbangkan efek positif terhadap pembayaran klaim itu. Yaitu kepercayaan
masyarakat yang semakin meningkat dalam hal sadar berasuransi. Dengan memandang
kepastian dalam asuransi itu.
Wacana ini tentu saja bukan untuk Prudential saja. Tapi secara umum
untuk perusahaan lain para pelaku bisnis asuransi. Harap diingat, tren
menanjakknya jumlah nasabah bukan semata karena tawaran perlindungannya namun
cenderung adalah karena bumbu pemikat investasinya
yaitu “unit link” misalnya. Maka kepercayaan dan kepastian perlindungan itu
haruslah diperhatikan kembali dengan seksama. Saya berkeyakinan jika produk
tambahan seperti unit link ini tidak ditawarkan. Jumlah peminat asuransi (jiwa)
akan jalan di tempat.
Mudah-mudahan sengketa ini dapat
diselesaikan dengan baik. Perdamaian tetap dapat dilaksanakan meskipun proses
beracara itu tetap berjalan. Yang jelas komitmen untuk menjadikan masyarakat
sadar dan yakin berasuransi haruslah tetap dikedepankan. Tak terlalu penting
sebuah kemenangan atau pun kekalahan jika telah berproses secara mati-matian di
pengadilan. Tidak terlalu nyata/ada untungnya. Menang jadi arang kalah jadi
abu. Berdamailah. Carilah jalan terbaik untuk semua.[1]
BAB II
ANALISIS
A. Tinjauan Hukum
Asuransi Syariah
Tinjauan hukum
asuransi syari’ah bepedoman pada Al-Qur’an dan Hadits, namun secara tersurat
tidak diketemukan dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan akan transaksi
asuransi, berbeda dengan transkasi jual beli yang didalam Al-Qur’an dinyatakan
dengan jelas. Untuk itu dalam menggali hukum tentang asuransi maka dapat
dipelajari secara ekplisit yang mempunyai makna secara kontekstual yang itu bisa
menjadikan sebagai dasar asuransi. Secara prinsip akad yang digunakan dalam
asuransi syariah adalah akad tabarru’ dan ta’wun, didalam Al-Qur’an kata
ta’wanu secara umum terulang sebanyak tiga kali namun dari ketiga ayat tersebut
yang dianggap paling cocok sebagai bentuk dasar hukum dari asuransi takaful
yaitu surat Al-Ma’idah ayat 2. Akad tabarru’ digunakan untuk tujuan saling
menolong tanpa mengharapkan balasan kecuali dari Allah SWT jadi dengan demikian
pihak yang terlibat tidak dapat mengambil keuntungan dari jenis ini.[2]
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) menetapkan sebagai bentuk akad yang
digunakan dalam asuransi takaful, berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional akad
yang dilaksnakan dalam perusahaan asuransi takaful adalah akad tijarah dan/ atau
akad tabarru’. Akad tijarah adalah mudharabah dan akad tabarru’ adalah hibah,
hal ini berdasarkan fatwa DSN no. 21. sedangkan dalam fatwa DSN no. 53 akad
tabarru’ merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi.
Berkenaan dengan
usaha asuransi syari’ah maka terlepas dari usaha asuransi yang lainnya maka
asuransi syari’ah sendiri masih menghadapi polemic masalah tentang kepastian
hukum untuk itu dikalangan ada beberapa perdebatan yang masih menjadikan
masalah asuransi sebagai kegiatan yang melanggar aturan syari’ah, namun disisi
lain ada pula yang menganggap asuransi yang jika dilakukan atau didasarkan atas
nilai-nilai serta aturan dalam islam maka asuransi itu boleh. Untuk mengetahui
apa alasan mereka yang menyatakan bahwa asuransi itu merupakan pratik yang
betentangan dengan syari’at islam, dengan pendapat mereka yang menyatakan bahwa
asuransi syari’ah tidak bertentangan dengan syari’ah islam.
Dalam asuransi
syariah ada yang menyatakan bahwa akad yang di gunakan dalam transaksi syariah
adalah akad yang ghairu musamma (akad yang belum ada penamaannya) dan termasuk
akad yang baru dalam literature fiqh.[3]
Pada dasarnya praktek asuransi syariah adalah bentuk kegiatan yang didalamnya
menerapkan azas saling tolong menolong.
“sebagai makhluk yang lemah, manusia harus senantiasa sadar bahwa keberadaannya tidak akan mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau sesamanya, solusinya adalah firman Allah dalam Al-Qur’an al-maidah ayat 2 : “…tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.[4]
“sebagai makhluk yang lemah, manusia harus senantiasa sadar bahwa keberadaannya tidak akan mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau sesamanya, solusinya adalah firman Allah dalam Al-Qur’an al-maidah ayat 2 : “…tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.[4]
BAB IV
KESIMPULAN
Dari uraian diatas
maka dapat disimpulkan bahwa asuransi adalah termasuk salah satu usaha yang
menjadi bagian dari lembaga keuangan non bank, kegiatan asuransi adalah
kegiatan yang terjadi antara pihak tertanggung dengan pihak penangung dalam
memberikan ganti rugi atas suatu kerugian atau kerusakan. Asuransi syari’ah
secara umum kegiatannya tidak berbeda dengan kegiatan
asuransi pada umumnya atau asuransi konfensional, dalam hal ini yang membedakan
antara asuransi syari’ah dengan asuransi konfensional itu terletak pada
perinsip kerja yang digunakan, jika asuransi syari’ah menggunakan perinsip
saling tolong menolong (ta’awun) dan kebajikan (tabarru’) sedangkan dalam
konvensional tidak menggunakan prinsip ini.
Dalam hal penggunaan
dana asuransi, asuransi syari’ah menggunakan dana yang telah terkumpul tersebut
diinvestasikan dalam bentuk system bagi hasil (mudhorabah) sedangkan dalam
konvensional dana yang telah terkumpul diinvestasikan kepada usaha yang masih
menggunakan system bunga.
DAFTAR PUSTAKA
Sumitro, warkum, S.H., asas-asas perbankan islam dan lembaga-lembaga terkait; Jakarta, Grafindo persada, 1997Zulkifli, sunarto, panduan prakris transaksi perbankan syariah; Jakarta, Zikrul hakim, 2007
Ali, hasyim Drs., bidang usaha asuransi; Jakarta, Bumi aksara, 1993
Wirdyaningsih,sh,et.al. 2006. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta. Prenada media.
Pasribu, chairuman, hokum perjanjian islam; Jakarta, Sinar grafika, 1994
http://buntetpesantren.org/index.php?option=com_content&view=article&id=1340:analisis-kasus-asuransi-konvensional-dan-asuransi-syariah&catid=24:iptek-dan kesehatan&Itemid=287
http://www.prudent.web.id/file/asuransisyariah.pdf
http://hukum.kompasiana.com/2011/10/19/prudential-digugat-lagi-preseden-buruk-berasuransi/
[1]http://buntetpesantren.org/index.php?option=com_content&view=article&id=1340:analisis-kasus-asuransi-konvensional-dan-asuransi-syariah&catid=24:iptek-dan kesehatan&Itemid=287
[2]Sunarto zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah,(Jakarta:Zikrul Hakim,2007),13.
[3]Ali, hasan MA,Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam ,(Jakarta:Prenada media,2004),139.
[4]Wirdyaningsih,sh.et.al, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,(Jakarta:Prenada media,2006),1484
[2]Sunarto zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah,(Jakarta:Zikrul Hakim,2007),13.
[3]Ali, hasan MA,Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam ,(Jakarta:Prenada media,2004),139.
[4]Wirdyaningsih,sh.et.al, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,(Jakarta:Prenada media,2006),1484
0 komentar:
Posting Komentar