ANALISIS KEBIJAKAN PEMBERIAN PEMBIAYAAN DAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA BMT IQTISADUNA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Dunia perbankan Indonesia saat ini sedang memasuki
fase baru dalam perkembangannya. Sudah hampir tiga belas tahun, perbankan
syariah di Indonesia semakin berkembang bahkan bisa dikatakan sudah cukup maju.
Selama kurang lebih tiga belas tahun juga perbankan syariah sedang tahap
evaluasi terhadap kinerja atau performa dalam hal melayani para nasabah.
Berdasarkan data bank Indonesia,[1] sepanjang tahun 2012, kinerja industri perbankan syariah
nasional yang masih didominasi struktur asetnya sekitar kurang lebih 98 persen
oleh Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) relatif cukup baik,
tercermin dari: (i) fungsi intermediasi berada pada tingkat yang optimal dengan
rata-rata FDR sebesar 97,16 persen; (ii) tingkat kecukupan modal (CAR) masih
jauh di atas minimum 8 persen dengan rata-rata CAR sebesar kurang lebih 15,17
persen; dan (iii) tingkat pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF)
masih di bawah 5% dengan rata-rata sebesar 2,72 persen dan bahkan untuk posisi
Desember 2012 mencapai 2,22 persen.
Walaupun begitu, dari sisi
pertumbuhan aset, terjadi perlambatan aset industri yang relatif signifikan
pada bulan Maret sampai dengan bulan September 2012, lebih karena penurunan
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang cukup tajam. Penurunan ini disebabkan antara lain karena penarikan
dana simpanan milik pemerintah (Kementerian Agama) dari bank syariah yang cukup
besar, dimana dialihkan ke Sukuk Dana Haji Indonesia untuk memenuhi target
pendanaan pembangunan. Namun pada bulan-berikutnya, DPK dan aset bank syariah
mengalami peningkatan kembali. Dengan demikian, pelambatan pertumbuhan industri
perbankan syariah lebih akibat kondisi domestik. Perkembangan perbankan syariah
selama satu tahun terakhir cukup menggembirakan, dimana total asetnya meningkat
menjadi Rp. 199,72 triliun dan melebihi proyeksi moderat tahun sebelumnya
sebesar Rp.187,2 triliun.[2]
Persoalan dalam pembiayaan
muncul, ketika para pengusaha yang memerlukan modal usaha untuk mengembangkan
usahanya mengalami keterlambatan atau kesulitan dalam pembayaran angsuran pembiayaannya
terhadap pihak bank, sebagaimana jangka waktu pengembalian pembiayaan yang
telah diperjanjikan antara debitur peminjam dengan bank. Dalam hal pengusaha
atau debitur mengalami tunggakan dalam pelunasan pembiayaan maka akan terjadi
risiko yang tidak diharapkan oleh pihak bank.[3]
Berdasrkan artikel suara merdeka menunjukkan bahwa tingkat pembiayaan
bermasalah (Non Performing Financing/NPF) pada Bank Muamalat tahun 2012
terjaga pada level yang cukup rendah yaitu sebesar 1,81 persen.[4]
Jika pembiayaan yang diberikan
oleh bank kepada debitur aman, bank akan dapat memaksimumkan pendapatannya.
Sehingga akan berpengaruh terhadap likuiditas bank. Bank syariah akan
dihadapkan pada persoalan risk dan return. Terutama risiko
likuiditas (liquidity risk). Risiko likuiditas adalah ketidakmampuan
bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Pengertian lain ialah risiko yang
disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo.[5]
Oleh karena itu, menarik untuk
diteliti tentang korelasi pembiayaan bermasalah BMT Syariah.
Obyek penelitian yang penulis teliti adalah BMT FastabiqCabang Kudus. Maka penulis mengangkat judul: ANALISIS KEBIJAKAN PEMBERIAN PEMBIAYAAN DAN PEMBIAYAAN
BERMASALAH (Studi Kasus di BMT IQTISADUNA).
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka
terdapat beberapa permasalahan. Adapun permasalahannya adalah sebagai berikut:
1. Bagaiman
pengaruh pembiayaan bermasalah terhadap likuiditas pada BMT FastabiqCabang Kudus ?
C. Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan
pembiayaan bermasalah pada BMT
IQTISADUNA.
2. Menjelaskan
korelasi pembiayaan bermasalah secara simultan dampaknya terhadap likuiditas
pada BMT IQTISADUNA.
D. Manfaat
Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat, baik
secara akademis maupun praktis. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:
1. Manfaat
secara teoritis
a. Dapat
digunakan almamater dalam mengembangkan bahan perkuliahan yang ada.
b. Bermanfaat
bagi perkembangan khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu ekonomi
syariah pada khususnya terutama, pembiayaan bermaslah dan likuiditas BMT IQTISADUNA.
c. Penelitian
ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian lainnya yang sejenis.
2. Manfaat
praktis
a. Dapat
memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.
b. Sebagai
bahan masukan yang dapat digunakan dan memberikan sumbangan pemikiran bagi
pihak-pihak yang terkait langsung dengan judul penelitian ini.
c. Membantu
memberikan pemahaman hubungan mengenai pembiayaan bermasalah dampaknya terhadap
likuiditas BMT
E.
Sistematika Penulisan
Dalam bagian ini terdiri dari bab yaitu:
Bab I : Pendahuluan
Dalam bab ini diuraikan latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan proposal.
Bab II : Landasan Teori
Dalam bab ini akan di
uraikan teori-teori yang berkaitan dengan
penelitian ini.
Bab III : Metode Penelitian
Dalam bab ini berisi tentang jenis penelitian,
pendekatan penelitian, lokasi
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dak teknis analisis data.
Bab IV : Hasil Penelitian
Dalam bab ini berisi tentang hasil penelitian
dan analisis dari hasil penelitian.
Bab V : Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan, saran dan
penutup.
.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A.
BMT
1.
Pengertian BMT
Pengertian BMT bisa dilihat dari
baitul maal dan baitul wattamwil,yaitu:
a. Baitut Tamwil (Bait = Rumah,
at-Tamwil adalah Pengembangan Harta) melakukan kegiatan pengembangan
usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi
pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan
menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.
b. Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal =
Harta) menerima titipan dana Zakat, Infaq dan Shadaqah serta mengoptimalkan
distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
Pengertian BMT di atas menegaskan
bahwa BMT mempunyai dua jenis kegiatan, yaitu baitul tamwil dan baitul maal.
Baitul Tamwil mengembangkan kegiatan usaha produktif dan investasi dalam rangka
meningkatkan kualitas ekonomi para pengusaha kecil- menengah dengan mendorong
kegiatan usaha menghimpun dana dan menyalurkannya kepada para pengusaha
kecil-menengah. Sementara baitul maal menghimpun titipan dana zakat, infaq, dan
shadaqoh, serta menjalankannya yang sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
2.
Tujuan BMT (Baitul maal wa tamwil)
Peran BMT di Indonesia dalam
memperdayakan kalangan ekonomi mikro cukup signifikan. Hal ini bisa dilihat
dari data Kompilasi Data Gema PKM-Oktober 2004 dalam Artikel Bambang Ismawan
dan Setyo Budiantoro, Mapping Microfinance in Indonesia, Jurnal Ekonomi Rakyat,
Edisi Maret 2005 jumlah BMT adalah sebanyak 3.038 unit.
Peran BMT hanya menjangkau pada
kalangan ekonomi mikro. Karena hal ini disebabkan pihak Bank sangat minim untuk
menjangkau kepada kalangan ekonomi mikro. Tujuan BMT dapat berperan melakukan
hal-hal berikut:
1. Membantu meningkatkan dan
mengembangkan potensi umat dalam progam pengentasan kemiskinan.
2. Memberikan sumbangan aktif
terhadap upaya pemberdayaaan dan peningkatan kesejahteraan umat.
3. Menciptakan sumber pembiayaan dan
penyediaan modal bagi anggota dengan prinsip syari’ah.
4. Mengembangkan sikap hemat dan
mendorong kegiatan gemar menabung.
5. Menumbuhkembangkan usaha-usaha
yang produktif dan sekaligus memberikan bimbingan dan konsultasi bagi anggota
di bidang usahanya.
6. Meningkatkan kesadaran dan
wawasan umat tentang system dan pola perekonomian Islam.
7. Membantu para pengusaha lemah
untuk mendapatkan modal pinjaman.
8. Menjadi lembaga keuangan
alternative yang dapat menopang percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
3. Jenis-Jenis Usaha BMT
BMT dalam melakukan usaha menghimpun
dana dari masyarakat berupa simpanan mempunyai beberapa jenis usaha sebagai
berikut:
1. Simpanan mudharabah biasa
2. Simpanan mudharabah haji
3. Simpanan mudharabah umrah
4. Simpanan mudharabah qurban
5. Simpanan mudharabah idul fitri
6. Simpanan mudharabah walimahan
7. Simpanan mudharabah aqiqah
8. Simpanan mudharabah perumahan
Sedangkan BMT dalam usaha
menyalurkan dana kepada masyarakat berupa pembiayaan mempunyai beberapa jenis
usaha sebagai berikut:
1. Pembiayaan sewa barang (Al-Ijaroh)
2. Pembiayaan modal kerja (Murabahah)
3. Pembiayaan bagi hasil (Mudharabah)
4. Pembiayaan kerjasama (Musyarakah)
5. Pembiayaan investasi (Bai bi tsaman Ajil)
6. Pembiayaan kebijakan (Qhardul Hasan)
.4. Status Hukum BMT
Karena ketiadaan payung hukum bagi
BMT, saat ini BMT ada yang telah berbadan hukum dan ada pula yang belum
berbadan hukum. BMT yang berbadan hukum, pada umumnya menggunakan badan hukum
yayasan dan koperasi. Sedangkan BMT yang belum berbadan hukum pada umumnya
menggunakan KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat). Dan ada beberapa BMT yang tidak
diketahui bentuk hukumnya.
Status hukum BMT dapat dikelompokkan
menjadi empat kelompok, yaitu;
a.
BMT berstatus hukum koperasi. BMT yang berbadan hukum koperasi dalam
melakukan kegiatan usahanya baik berupa menghimpun dana maupun menyalurkannya
mengacu pada aturan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, PP RI No. 9
Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh koperasi,
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 91/Kep/M.
KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan
Syari’ah, dan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
35.2/Per/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi
Jasa Keuangan Syari’ah.
b. BMT berstatus hukum yayasan. Hal
tersebut mengacu pada UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Penggunaan status
hukum yayasan bagi BMT tidak sesuai dengan Buku Panduan BMT yang dikeluarkan
Pinbuk.
c. BMT yang belum memiliki status
hukum. Pada umumnya BMT yang belum memiliki status hukum menggunakan bentuk
Kelompok Swadaya Masyarakat atau Lembaga Swadaya Masyarakat.
d. BMT yang badan hukumnya belum
diketahui. Hal tersebut disebabkan karena belum didaftarkan kepada notaris dan
masih merupakan bagian dari Dewan Kemakmuran Masjid.
B. PEMBIAYAAN
Pembiayaan
adalah merupakan sebagian besar asset dari bank syariah sehingga pembiayaan
tersebut harus dijaga kualitasnya, sebagaimana diamanatkan pada Pasal 2
Undang-undang Perbankan Syariah bahwa perbankan syariah dalam melakukan
kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip
kehati-hatian.
Sebagaimana diamanatkan pada pada Pasal 4 Undang-Undang Perbankan Syariah keberadaan
bank syariah disamping sebagai lembaga intermediasi seperti halnya bank
konvensional yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat juga berfungsi
sosial. Secara garis besar kegiatan operasional Bank
Syariah dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:[6][2]
1.
Kegiatan penghimpunan dana (funding).
2.
Kegiatan penyaluran dana (lending).
3.
Jasa Bank.
Sebagian besar dana yang dipergunakan oleh bank syariah dalam
menyalurkan dana dalam bentuk pembiayaan adalah dana nasabah penyimpan/nasabah investor[7][3],
sehingga dana nasabah penyimpan/nasabah investor wajib mendapat perlindungan hukum.
Bilamana terjadi kegagalan dalam
pembiayaan maka sumber pelunasan pembiayaan adalah dari usaha nasabah yang menghasilkan pendapatan (revenue) yang disebut first way out dan second way out berupa agunan (collateral).
Second way out berupa jaminan
tertentu atas suatu benda, apabila terjadi pembiayaan bermasalah, bank berhak
menjual benda agunan yang dibebani dengan hak jaminan dan mengambil hasil
penjualan atas benda tersebut sebagai sumber pelunasan pembiayaan. Jaminan
merupakan hal penting untuk diperhitungkan bagi Bank karena jaminan merupakan
sumber pelunasan bilamana nasabah mengalami kegagalan pembiayaan Syariah.
Proses pemberian pembiayaan pada
bank syariah maka tahapan yang dilakukan oleh bank syariah tidak jauh berbeda
dengan tahapan yang dilakukan oleh bank konvensional dalam memberikan
kreditnya. Proses pemberian pembiayaan diawali dengan tahapan :
Salah satu aspek
penting dalam perbankan syari‟ah adalah proses pembiayaan yang sehat. Proses
pembiayaan yang sehat adalah proses pembiayaan yang berimplikasi pada investasi
halal dan baik serta menghasilkan return sebagaimana yang diharapkan
atau bahkan lebih.
Dalam proses
pembiayaan tersebut ada beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu : permohonan,
analisa rasio, persetujuan pembiayaan, pencairan, dan monitoring.[8]
a.
Permohonan
Pembiayaan
Merupakan tahap
awal dari proses pembiayaan, permohonan pembiayaan dilakukan secara tertulis
oleh nasabah kepada officer bank. Inisiatif pengajuan pembiayaan
biasanya datang dari nasabah yang kekurangan modal. Tidak mesti dari nasabah,
tetapi juga dapat muncul dari officer bank.
Hal-hal yang
dijadikan acuan untuk menindak lanjuti sebuah permohonan pembiayaan antara
lain:
1) Trend Usaha
2) Peluang bisnis
3) Reputasi bisnis perusahaan atau perorangan
4) Reputasi manajemen
Apabila sebuah
permohonan pembiayaan dapat ditindak lanjuti, maka dapat diteruskan dengan
pengumpulan data dan investigasi. Namun apabila permohonan pembiayaan
ditolak, maka harus segera dilakukan tanpa menunda-nunda waktu. Penolakan dapat
dilakukan secara tertulis maupun lisan untuk efisiensi waktu.
b.
Pengumpulan Data
dan Investigasi.
Data yang
diperlukan dalam pembiayaan konsumtif antara lain:
1) Kartu identitas calon nasabah.
2) Kartu identitas suami/istri.
3) Kartu keluarga dan surat nikah.
4) Slip gaji terakhir.
5) Surat-surat referensi dari kantor tempat bekerja atau SK
pengangkatan untuk PNS.
6) Salinan rekening bank tiga bulan terakhir.
7) Salinan tagihan rekening listrik dan telepon.
8) Data obyek pembiayaan.
9) Data jaminan.
Sedangkan dalam
pembiayaan produktif data-data yang dibutuhkan adalah data-data yang dapat
menggambarkan kemampuan usaha calon nasabah untuk membayar pembiayaan yang
telah diterima.
Data-data yang
diperlukan dalam pembiayaan produktif antara lain:
1) Untuk calon nasabah perorangan:
a) Legalitas usaha.
b) Kartu identitas calon nasabah.
c) Kartu identitas suami/istri.
d) Kartu keluarga dan surat nikah.
e) Laporan keuangan dua tahun terakhir.
f) Past performance satu
tahun terkhir.
g) Bisnis plan.
h) Data obyek pembiayaan.
i) Data jaminan.
2) Untuk calon nasabah berbadan hukum:
a) Akte pendirian usaha.
b) Legalitas usaha.
c) Identitas pengurus.
d) Laporan keuangan dua tahun terakhir.
e) Past performance satu
tahun terakhir.
f) Bisnis plan.
g) Data obyek pembiayaan.
h) Data jaminan.
c. Analisis Pembiayaan
Analisis pembiayaan
bertujuan untuk mengamankan pemberian modal yang akan diberikan melalui
klasifikasi dan penilaian terhadap fakta-fakta yang ada. Prinsip dasar dalam
analisis pembiayaan dapat dilakukan dengan berbagai metode sesuai dengan
kebijakan bank. Metode yang sering digunakan adalah metode analisis 5C,[9]
yaitu menyangkut character, capacity, capital, collateral, dan condition.[10]
1) Character (karakter)
Character merupakan watak dan sifat dari calon nasabah dalam
kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Penilaian karakter meliputi : kejujuran,
ketulusan, ketajaman berfikir, logika berfikir kepatuhan akan janji kesehatan,
kebiasaan, berani dengan perhitungan atau tanpa perhitungan dan suka atau tidak
suka berjudi.
2) Capacity (kapasitas
atau kemampuan)
Capacity adalah kemampuan yang dimiliki nasabah untuk membuat
rencana dan merealisasikan rencana tersebut menjadi kenyataan, termasuk dalam
menjalankan usahanya agar memperoleh laba sesuai yang diharapkan. Penilaian
calon nasabah meliputi: kemampuan bidang management, keuangan, pemasaran dan
teknis.
3) Capital (modal)
Capital adalah modal yang dimiliki calon nasabah untuk
menjalankan dan memelihara usahanya. Penilaian terhadap capital dimaksudkan
untuk mengetahui keadaan permodalan, sumber modal, dan penggunaan.
4) Collateral (jaminan)
Collateral adalah barang jaminan yang dititipkan sebagai jaminan
terhadap pembiayaan yang diterimanya. Jaminan berfungsi sebagai ikatan
kepercayaan dalam pemberian pembiayaan, sekaligus untuk mengurangi resiko
pemberian pembiayaan.
5) Condition (kondisi)
Condition adalah kondisi sosial ekonomi suatu saat dapat
mempengaruhi maju mundurnya usaha calon nasabah.
d.
Persetujuan
Persetujuan
merupakan proses penentuan apakah permohonan pembiayaan disetujui atau tidak
disetujui. Proses persetujuan ini juga tergantung pada kebijakan bank, yang
disebut komite pembiayaan. Komite pembiayaan merupakan tingkat paling akhir
dari persetujuan pembiayaan. Karena itu hasil akhir dari komite pembiayaan
adalah penolakan, penundaan atau persetujuan pembiayaan.
e.
Pengumpulan data
tambahan
Pengumpulan data
tambahan sebagai pemenuhan persyaraatan merupakan hal terpenting sekaligus
merupakan indikasi utama tindak lanjut pencairan biaya.
f.
Pengikatan
Setelah semua
persyaratan dipenuhi selanjutnya adalah proses pengikatan jaminan. Secara garis
besar pengikatan terdiri dari dua macam, yaitu pengikatan bahwa tangan dan
pengikatan notariel. Pengikatan bahwa tangan adalah penandatanganan akad yang
dilakukan antara bank dengan nasabah. Sedangkan pengikatan notariel adalah
proses penandatanganan akad antara bank dan nasabah yang dilaksanakan oleh
notaris.
Dalam Al-Qur‟an
ditegaskan bahwa apabila bermuamalah tidak secara tunai hendaklah ditulis, agar
lebih terjaga jumlah dan waktunya dan lebih menguatkan saksinya, hal tersebut
diterangkan dalam surat Al-Baqarah ayat 282 sebagai berikut:
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.”[11](QS.
Al-Baqarah: 282).
g.
Pencairan
Sebelum melakukan
pencairan pembiayaan harus dilakukan pemeriksaan kembali semua kelegkapan yang
harus dipenuhi sesuai diposisi komite pembiayaan pada permohonan pembiayaan.
Setelah semua persyaratan terpenuhi, maka proses pencairan fasilitas pembiayaan
dapat diberikan.
h.
Monitoring
Monitoring adalah proses akhir dari sebuah pembiayaan. Monitoring
dapat dilakukan dengan memantau realisasi pencapaian target usaha dengan bisnis
plan yang telah dibuat sebelumnya. Adapun langkahlangkah yang harus dilakukan
dalam monitoring antara lain: memantau mutasi rekening koran nasabah, memantau
pelunasan angsuran, kunjungan rutin kelokasi usaha nasabah, pemantauan terhadap
perkembangan usaha sejenis.[12]
C. Pembiayaan
(Kredit) Bermasalah Bank Syariah
Pada jangka waktu (masa) pembiayaan
tidak mustahil terjadi suatu kondisi pembiayaan yaitu adanya suatu penyimpangan
utama dalam hal pembayaran yang menyebabkan keterlambatan dalam pembayaran atau diperlukan tindakan yuridis dalam
pengembalian atau kemingkinan potensial
loss. Kondisi ini yang disebut dengan pembiayaan bermasalah, keadaan
turunnya mutu pembiayaan tidak terjadi secara tiba-tiba akan tetapi selalu
memberikan ” warning sign” atau
faktor-faktor penyebab terlebih dahulu dalam masa pembiayaan. Ada beberapa
faktor penyebab pembiayaan bermasalah:[13][5]
1. faktor intern (berasal dari pihak bank)
a. kurang baiknya
pemahaman atas bisnis nasabah
b. kurang
dilakukan evaluasi keuangan nasabah
d. perhitungan
modal kerja tidak didasarkan kepada bisnis usaha nasabah
e. proyeksi
penjualan terlalu optimis
f. proyeksi
penjualan tidak memper-hitungkan kebiasaan bisnis dan kurang memperhitungkan
aspek kompetitor
g. aspek jaminan
tidak diperhitungkan aspek marketable
h. lemahnya
supervisi dan monitoring
i.
terjadinya erosi mental : kondisi ini
dipengaruhi timbali balik antara nasabah denganpejabat bank sehingga
mengakibatkan proses pemberian pembiayaan tidak didasarkan pada praktek
perbankan yang sehat
2. faktor ekstern
a. karakter
nasabah tidak amanah (tidak jujur dalam memberikan informasi dan laporan
tentang kegiatannya)
b. melakukan sidestreaming penggunaan dana
c. kemampuan
pengelolaan nasabah tidak memadai sehingga kalah dalam persaingan usaha
d. usaha yang dijalankan relatif baru
e. bidang usaha nasabah telah jenuh
f. tidak mampu menanggulangi masalah/
kurang menguasai bisnis
g. meninggalnya key person
h. perselisihan sesama direksi
i.
terjadi bencana
alam
j.
adanya
kebijakan pemerintah: peraturan suatu
produk atau sektor ekonomi atau industri dapat berdampak positif maupun negatif
bagi perusahaan yang berkaitan dengan industri tersebut.
Kualitas pembiayaan ditetapkan
menjadi 5 (lima) golongan yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet, yang dikategorikan pembiayaan bermasalah adalah kualitas
pembiayaan yang mulai masuk golongan dalam perhatian khusus sampai golongan
Macet. Bank syariah wajib untuk
menggolongkan kualitas aktiva produktif[15][7] sesuai
dengan kriterianya dan dinilai secara bulanan, sehingga jika bank syariah tidak
melakukannya maka akan dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
Pasal 56 Undang-Undang Perbankan Syariah.
Bilamana terjadi pembiayaan
bermasalah maka Bank syariah akan melakukan
upaya untuk menangani pembiayaan bermasalah tersebut dengan melakukan upaya penyelamatan
dan penyelesaian pembiayaan bermasalah, agar dana yang telah disalurkan oleh
bank syariah dapat diterima kembali. Akan tetapi mengingat dana yang
dipergunakan oleh bank syariah dalam memberikan pembiayaan berasal dari dana
masyarakat yang ditempatkan pada bank syariah
maka bank syariah dalam memberikan pembiayaan wajib menempuh cara-cara
yang tidak merugikan bank syariah dan/atau UUS dan kepentingan nasabahnya yang
telah mempercayakan dananya.
Menurut IAI dalam PSAK No. 31 mengenai akuntansi
perbankan paragraf 24 (2009: 31.5), kredit bermasalah adalah kredit yang
pembayaran angsuran pokok dan/atau bunganya telah lewat 90 hari atau lebih
setelah jatuh tempo atau kredit yang pembayarannya secara tepat waktu sangat
diragukan. Apabila dikaitkan dengan tingkat kolektabilitasnya menurut SE No.
6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, kedit bermasalah adalah perbandingan antara
jumlah kredit kurang lancar, kredit yang diragukan dan kredit macet dengan
total kredit. Dimana dapat dirumuskan sebagai berikut:[16]
Non Performing Financing (NPF) atau Non
Performing Loan (NPL) adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang
berklasifikasi Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Termin NPL diperuntukkan
bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah. Rasio ini menunjukan bahwa
kemampuan manajemen bank dalam mengelola pembiayaan bermasalah yang diberikan
oleh bank sehingga semakin tinggi rasio ini maka semakin buruk kualitas
pembiayaan bank tersebut. Hal ini dikarenakan pembiayaan merupakan sektor
terbesar dalam menyumbang pendapatan bank.
NPF adalah tingkat pengembalian kredit yang diberikan
deposan kepada bank dengan kata lain NPF merupakan tingkat kredit macet pada
bank tersebut. NPF diketahui dengan cara
menghitung Pembiayaan Non Lancar terhadap Total Pembiayaan. Apabila semakin
rendah NPF maka bank tersebut akan semakin naik keuntungannya, sebaliknya bila
tingkat NPF tinggi bank tersebut akan mengalami kerugian yang diakibatkan
tingkat pengembalian kredit macet. Adapun cara menghitung dari NPF adalah:
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian
Dalam
penelitian ini penulis menggunakan penelitian lapangan (Field Research) yaitu
melakukan penelitian dilapangan untuk memperoleh data atau informasi secara
langsung. Penelitian ini melalui studi kasus (Case Studi), yaitu unsur
salah satu objek lapangan yang terkait dengan populasi tertentu. Kesimpulan
studi kasus tersebut yang diambil tidak berlaku secara umum, tetapi hanya
terbatas pada suatu kasus-kasus tertentu yang diteliti pada obyek tertentu atau
di lapangan ynag bersangkutan.[17] Untuk
itu penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi petani mengenai pembiayaan murabahah di IQTISADUNA.
B. Pendekatan
Penelitian
Dalam
penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif, yaitu metode penelitian
yang di gunakan untuk meneliti kondisi alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, tekhnik pengumpulan
data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna dari kasus dari pada generalisasi.[18]
Alasan
penulis menggunakan metode kualitatif, karena permasalahannya begitu kompleks
dan penuh makna, sehingga jika menggunakan metode kuantitatif dengan instrumen
seperti tes dan kuesioner kurang tepat dengan situasi sosial tersebut. Selain
itu peneliti bermaksud memahami situasi sosial masyarakat tersebut secara
mendalam.[19]
C. Lokasi
penelitian
Dalam
penelitian ini yang menjadi lokasi penelitian adalah di BMT IQTISADUNA.
D. Sumber
Data
1. Data
Primer
Data primer adalah data yang diperoleh
langsung dari sumbenya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya.[20] Data
primer ini diperoleh melalui wawancara langsung kepada pihak yang bersangkutan,
dan dalam penelitian ini data primer di peroleh dari hasil wawancara dengan
petani yang menabung di BMT IQTISADUNA.
2. Data
Sekunder
Data sekunder adalah data yang bukan
diusahakan pengumpulannya oleh peneliti, misalnya dokumen-dokumen dan publikasi
lainnya.[21]
Data sekunder ini berupa data-data yang berkaitan dengan persepsi petani
mengenai pembiayaan murabahah yang menabung di BMT IQTISADUNA,serta data-data lain
yang mendukung proses penelitian tersebut seperti buku-buku yang di jadikan
acuan dalam penelitian.
E. Teknik
Pengumpulan Data
Dalam
teknik pengumpulan data peneliti menggunakan 3 metode yaitu :
1. Metode
wawancara
Metode interview adalah metode pengumpulan
data melaluia daftar pertanyaan yang diajukan secara lisan terhadap responden
atau subyek penelitian.[22] Dalam
wawancara pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal. Biasanya dilakukan
dalam keadaan saling berhadapan, namun komunikasi dapat juga dapat juga
dilaksanakan melalui telepon.[23]
Wawancara
adalah proses untuk memperoleh keterangan data penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka langsung dengan si penjawab atau
narasumber.Wawancara ini digunakan untuk untuk memperoleh data yang lebih
mendalam.
Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data wawancara tidak
terstruktur yaitu wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis
besar permasalahan yang akan ditanyakan, peneliti tidak menggunakan wawancara
terstruktur supaya responden bersifat terbuka dan membiarkan narasumber
berbicara sesuai dengan pengalaman, pengetahuan dan pandangan mereka.
2. Metode
Observasi
Pengamatan (observasi) adalah metode pengumpulan
data di mana peneliti atau kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana yang
mereka saksikan selama penelitian.
Karena
penelitian yang dilakukan adalah termasuk jenis penelitian kualitatif, maka
observasi yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah observasi terus
terang. Dalam hal ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan
terus terang kepada sumber data bahwa peneliti sedang melakukan penelitian.
Peniliti
juga menggunakan observasi pertisipasi pasif, yaitu peneliti datang di tempat
penelitian tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan di tempat penelitian.
Dalam hal ini, peneliti datang langsung ke BMT Fastabiq untuk mengetahui
pembiayaan murabahah secara langsung.
3. Metode
Dokumentasi
Melihat dari sumber data yang ada, maka
dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode
dokumentasi. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.[24]
F. Analisis
Data
Data mentah yang telah dikumpulkan oleh
peneliti tidak akan ada gunanya jika tidak dianalisa. Analisa data merupakan
bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisalah data
tesebut dapat diberi artidan makna yangberguna dalam memecahkan masalah
penelitian.[25]
Analisa data dalam penelitian
kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah
selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti
sudah melakukan analisis terhadap jawaban diwawancarai. Bila jawaban yang di
wawancarai setelah duanalisis tersa belum memuaskan, maka penelitian akan
dilanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu diperoleh data yang dianggap
kredibel. Miles dan Hubreman mengemukakan bahwa aktifitas dalam menganalisadata
kualitatifdilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas.[26]
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Reduksi
Data (Data Reductiaon)
Reduksi data merupakan proses berfikir
sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang
tinggi. Mereduksi data berarti merangkum, memeilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal yang penting, dicari tema dn polanya serta membuang yang
tidak perlu. Proses analisis data dimulai dengan menelaah selurur data yang
telah terkumpul dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah
dilukiskan dari berbagai sumber, dalam catatan lapangan, dokumentasi pribadi,
dokumen resmi, dan sebagainya. Dat yang banyak tersebut kemudian dibaca,
dipelajari dan ditelaah. Selanjutnya setelah penelaahan dilakukan maka
sampailah pada tahap reduksi data. Pada tahap ini peneliti menyortir data
dengan cara memilah mana yang menarik, memfokuskan pada hal-hal yang penting,
merangkum hal-halyang pokok dan beguna. Sedangkan data yang dirasa tidak
dipakai ditinggalkan. Dengan demikian data yang telah direduksi akan
membererikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnyadan mencarinya bila diperlukan.
2.
Penyajian
Data
(Data Display)
Setelah data direduksi, maka langkah
selanjutnya adalah mendisiplinkan data. Dalam penelitian ini, penyajian data
bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat atau sejanisnya. Dengan
menedisplaykan data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang talah dipahami tersebut,
yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks yang bersifat naratif.
3.
Verifikasi
(Conclucion Drawing)
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Verifikasi data yaitu pemeriksaan tentang
benar dan tidaknya hasil laporan penelitian. Simpulan adalah tinjauan ulan pada
catatan di lapangan atau kesimpulan. Dapat ditinjau sebagai makna-makna yang
muncul darindta yang harus di uji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya
yaitu yaitu yang merupakan validitasnya. Setelah semua data-data dalam
penelitian terkumpul dn tersusun secara terstuktur, kemudian diambil
kesimpulannya. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin
dapat menjawab tidak, karena seperti telah diemukakan bahwa masalah dan rumusan
masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan
berkembang setelah penelitian berada di lapangan. Kesimpulan dalam penelitian
kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum
pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi suatu obyek yang sebelumya masih
remang-remang sehingga setelah diteliti akan menjadi jelas, dapat berupa
hubungan interaktif dan teori.[27]
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
PROFIL KOPERASI IQTISADUNA
KOPERASI BMT atau Baitul Maal wat Tamwil IQTISADUNA merupakan
lembaga keuangan mikro syariah yang berada di bawah Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, yang berdiri 9 (sembilan) tahun yang
lalu , tepatnya tahun 1999 yang menggunakan prinsip syariah Islam.
Sebagai Baitul Maal, KOPERASI IQTISADUNA FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA, (selanjutnya ditulis KOPERASI IQTISADUNA)
mempunyai kegiatan mengumpulkan, mengelola serta menyalurkan zakat, infak,
shadaqah dan wakaf yang bersifat sosial oriented (mitra kerja basis).
Sebagai Baitut Tamwil, KOPERASI IQTISADUNA mempunyai kegiatan
menghimpun, mengelola serta menyalurkan dana untuk suatu tujuan profit
oriented (keuntungan).
Latar belakang didirikannya KOPERASI IQTISADUNA adalah karena melihat
adanya kebutuhan penerapan prinsip syariah dalam hal muamalah di sektor
keuangan, khususnya di lingkungan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta.
KOPERASI IQTISADUNA hingga tahun 2007, telah menghimpun dana dan
menyalurkan pembiayaan kepada dosen dan karyawan di lingkungan UII hingga
mencapai Rp 1.082.340.000,- (satu milyar delapan puluh dua juta tiga ratus
empat puluh ribu rupiah) dengan jumlah nasabah lebih dari 370 orang. Animo ini
semakin meningkat, baik dari besar plafon pembiayaan maupun jumlah calon
nasabahnya. Hal ini dimungkinkan karena beberapa hal, yaitu
a. prosedur KOPERASI IQTISADUNA
cukup sederhana, cepat dan fleksibel
b. lokasi kantor KOPERASI IQTISADUNA mudah
dijangkau,
c. bagi hasil, profit margin dan
upah jasa yang dibebankan ke nasabah relatif murah
d. biaya administrasi dan biaya-biaya
lainnya relatif kecil.
e. dibayar dengan angsuran lewat
pemotongan gaji per bulan.
Platform skim pembiayaan yang diperuntukkan bagi nasabah saat ini masih
terbatas untuk anggota, meliputi dosen, karyawan tetap dan tenaga kontrak,
serta pensiunan UII Yogyakarta. Besar skim pembiayaan ditentukan berdasarkan
kemampuan dalam membayar angsuran per bulan. Kemampuan bayar maksimal sebesar
40% dari pendapatan bersih per bulan. Sedangkan untuk nasabah non-anggota,
meliputi dari mahasiswa UII dan masyarakat umum, maka KOPERASI IQTISADUNA
memberikan pelayanan jasa keuangan syariah untuk simpanan dan tabungan. Batas
pengembalian maksimal pembiayaan selama 2 tahun, sedangkan untuk platfon skim
pinjaman Qordhul Hasan batas pengembaliannya maksimal hanya 2 bulan.
Didukung oleh tenaga yang berdedikasi di bidangnya, pengurus yang
mengerti betul tentang ekonomi Islam baik dalam teori dan praktek dan diawasi
oleh Dewan Pengawas Syariah yang kompeten. KOPERASI IQTISADUNA
berkomitmen untuk menegakkan ekonomi syariah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah
Nasional.
Misi:
- Meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup anggota pada khususnya
dan masyrakat pada umumnya.
- Menjadi gerakan ekonomi rakyat serta ikut membangun tatanan
perekonomian nasional.
- Mewajibkan dan menggiatkan anggota untuk menyimpan pada koperasi
secara teratur.
- Menyediakan bahan pokok kebutuhan primer dan sekunder bagi
anggotanya.
- Melakukan kerjasama antar koperasi, sektor pemerintah dan/atau
swasta dalam bidang usaha lain yang saling menguntungkan.
- Melakukan simpan pinjam untuk kepentingan anggota.
DEWAN PENGAWAS SYARIAH
1. Prof Hadri Kusuma, MBA., DBA
2. Diana Wijayanti, SE., M.Si
3. Arief Bachtiar, Drs.,MSA,Ak
BADAN PENGURUS:
1. Priyonggo Suseno, SE.,M.Sc
2. MB. Hendrianto, SE.,M.Sc.
3. Rifqi Muhammad, SE., M.Sc
MANAGER
Heri Sudarsono, SE., M.Ec.
GENERAL ADMINISTRASI
Atiek Krisnawati, SH
FINANCE
Rina Budi Rahayu, SE
Yudi Candra Pratama, A.Md
MARKETING
Eko Rahmad Cahyono, A.Md.
Dwi Novita Rahayu, SE
DESKRIPSI PEKERJAAN
Mengacu pada struktur organisasi BMT diatas maka pada masing-masing
tingkatkan diberikan uraian tugas, sehingga fungsi masing – masing tingkatan
dapat berjalan sesuai dengan cirri sebuah lembaga ekonomi.
. Dewan Pengawas Syariah
Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang dipilih oleh koperasi yang
bersangkutan berdasarkan keputusan rapat anggota dan beranggotakan alim ulama
yang ahli dalam syariah yang menjalankan fungsi dan tugas sebagai pengawas
syariah pada koperasi yang bersangkutan dan berwenang memberikan tanggapan atau
penafsiran terhadap fatawa yang dikelaurakan Dewan Syariah Nasional.
Hak dan Wewenang Pengawas adalah:
a) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan dan pengelolaan koperasi
b) Meneliti catatan dan pembukuan yang
ada pada koperasi
c) Mendapatkan segala keterangan yang
diperlukan
d) Memberikan koreksi, saran teguran dan
peruingatan kepada pengurus.
e) Merahasiakan hasil kepengawasannya
terhadap pihak ketiga
f) Membuat laporan tertulis tentang
hasil pelaksanaan tugas pengawas kepada rapat anggota.
g) Pengawas dapat meminta jasa audit kepada
akuntan publik yang biayaanya ditanggung oleh koperasi.
. Tugas dan Kewajiban:
·
Memberi nasehat baik diminta maupun tidak kepada pengurus untuk kemajuan BMT.
·
Menasehati pegurus untuk kemajuan BMT.
Badan Pengurus
Pengurus adalah mandataris seluruh anggota yang bertangungjawab penuh pada
pelaksanaan program pencapain tujuan BMT. Pengurus pada awal pendirian dipilih
dari dan oleh pendiri. Pengurus selanjutnya dipilih dari dan oleh anggota dalam
rapat anggota dengan ketentuan minimum 50% dari angota pengurus terdiri dari
anggota pendiri. Yang dapat dipilih menjadi pengurus BMT adalah mereka yang
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: bertempat tinggal di desa-desa sekitar
BMT, memiliki nilai-nilai kepemimpinan, sifat jujur, aktif, terampil dan
berdedikasi terhadap BMT, mempunyai wawasan yang cukup untuk dapat
mengembangkan BMT, serta memiliki minat untuk mempelajari dan memahami
seluk-beluk ke-BMT-an.
Pengurus berhak:
a) Melakukan segala perbuatan hukum untuk
dan atas nama BMT, kecuali untuk menjual dan atau memindahkan hak atas
aset tidak bergerak sampai dengan jumlah nilai tertentu yang besarannya
ditentukan oleh rapat anggota.
b) Mewakili BMT di luar dan di hadapan
pengadilan.
c) Memutuskan penerimaan dan penolakan
anggota baru serta pemberhentiannya sesuai Anggaran Dasar.
d) Mengangkat dan memberhentikan pengelola.
e) Mengangkat dan memberhentikan manajer dan
karyawan koperasi.
f) Melakukan upaya-upaya dalam rangka
mengembangkan usaha Koperasi.
g) Meminta laporan manajer secara berkala dan
sewaktu-waktu diperlukan.
Tugas dan Kewajiban :
a) Mewakili anggota (pendiri), pengurus
berwenang untuk memastikan jalan tidaknya BMT dan membuat kebijakan umum serta
melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan BMT sesuai dengan tujuan.
b) Menyusun kebijakan umum BMT.
c) Melakukan pengawasan kegiatan dalam
bentuk: (a). Persetujuan pembiayaan untuk suatu jumlah tertentu, (b) Pengawasan
tugas manager (pengelola), (c) Memberikan persetujuan terhadap produk yang akan
ditawarkan kepada anggota.
d) Menyelenggarakan dan pengendalikan usaha
koperasi.
e) Melakukan seluruh perbuatan hukum atas
nama koperasi
f) Mewakili koperasi di dalam dan di
luar pengadilan
g) Mengajukan rencana kerja, anggaran
pendapatan dan belanja koperasi.
h) Menyelenggarakan rapat anggota serta
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepengurusan.
i) Memutuskan penerimaan anggota
baru, penolakan anggota serta pemberhentian anggota.
j) Membantu pelaksanaan tugas
pengawas dengan memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti yang
diperlukan.
k) Memberikan penjelasan dan keterangan
kepada anggotanya mengenai jalannya organisasi dan usaha koperasi.
l) Memelihara kerukunan di antara
anggota dan mencegah segala hal yang menyebabkan perselisihan.
m) Menyusun ketentuan mengenai tugas, wewenang dan
tanggung jawab anggota pengurus serta ketentuan mengenai pelayanan terhadap
anggota.
n) Meminta jasa audit kepada koperasi jasa
audit dan atau akuntan publik yang biayaanya ditanggung oleh BMT dan biaya
audit tersebut dimasukkan dalam anggaran biaya BMT.
o) Pengurus atau salah seorang yang
ditunjukkanya berdasarkan ketentuan yang berlaku dapat melakukan tindakan hukum
yang bersifat pengurusan dan pemlikan dalam batas-batras tertentu berdasarkan
persetujuan tertulis dari keputusan rapat pengurus dan pengawas koperasi dalam
hal-hal sebagai berikut: (a) Meminjam atau meminjamkan uang atas nama BMT
dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga dan
peraturan khusus BMT, (b) Membeli, menjual atau dengan cara lain memperoleh
atau melepaskan hak atas barang bergerak milik BMT dengan jumlah tertentu, yang
ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga dan peraturan khusus BMT.
Pengelola
Manager
Mempunyai kewenangan memimpin jalannya BMT sehingga sesuai dengan tujuan
dan kebijakan umum yang digariskan oleh pengurus.
Hak dan
Wewenang Manajer:
a) Menerima penghasilan sesuai dengan
perjanjian kerja yang telah disepakati dan ditandatangani bersama oleh Pengurus
dan Manajer.
b) Mempunyai kewenangan memimpin jalannya BMT
sehingga sesuai dengan tujuan dan kebijakan umum yang digariskan oleh pengurus.
c) Mengembangkan usaha dan kemampuan diri
untuk melaksanakan tugas yang dibebankan.
d) Membela diri atas segala tuntutan yang diajukan
kepada dirinya.
e) Bertindak atas nama pengurus dalam rangka
menjalankan uasaha.
f) Menetapkan pedoman pelaksanaan,
pengelolaan usaha sesuai standar operasional prosedur yang disahkan oleh rapat
anggota,
g) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan tugas,
kewajiban, hak dan wewenang manajer dan karyawan diatur lebih lanjut dalam
anggaran rumah tangga, ketentuan khusus dan kontrak kerja.
h) Membuat rencana kerja secara
periodik, yang meliputi : (a). Rencana pemasaran, (b). Rencana pembiayaan, (c).
Rencana biaya operasional, (d). Rencana keuangan.
i) Membuat kebijaksanaan
khusus sesuai dengan kebijakan umum yang digariskan oleh pengurus.
j) Memimpin dan mengarahkan
kegiatan yang dilakukan oleh stafnya.
k) Membuat laporan secara periodic
kepada pengurus,berupa: (a). Laporan pembiayaan baru, (b). Laporan perkembangan
pembiayaan, (c). Laporan keuangan.
. Tugas
dan Kewajiban Manager:
a) Melaksanakan kebijakan pengurus dalam
pengelolaan usaha BMT.
b) Mengnendalikan dan mengkoordinir semua
kegiatan usaha koperasi yang dilaksanakan oleh para karyawan,
c) Melakukan pembagian tugas secara jelas dan
tegas mengenai bidang dan pelaksanaannya.
d) Menaati segala ketentuan yang telah diatur dalam
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Rapat Anggota, Kontrak Kerja
dan ketentuan lainnya yang berlaku pada koperasi yang berkaitan dengan
pekerjaaanya.
e) Menanggung kerugian usaha Koperasi sebagai
akibat dari kelalain dan atau tindakan yang disengaja atas pelaksanaan tugas
yang dilimpahkan.
. Manager membawahi :
General
Administrasi
Tugas dan Kewajiban General Administrasi:
a) Menangani pembiayaan dan administrasi
umum.
b) Menangani dan melayani nasabah yang akan
melakukan transaksi dengan BMT.
c) Menangani
Administrasi Kantor, baik menangani Sumber Daya Insani dan presensi kehadiran
Finance
Finance mempunyai tugas dan kewajiban sebagai Casheer dan Accounting.
. Casheer mempunyai kewenangan sebagai penerima uang dan petugas
pembayaran.
Tugas – tugasnya:
a) Menerima/ menghitung uang dan membuat
bukti penerimaan.
b) Melakukan pembayaran sesuai dengan aturan.
c) Melayani dan membayar pengambilan
simpanan.
d) Membuat buku kas harian
e) Setiap akhir jam kerja menghitung uang
yang ada dan meminta pemeriksaan dari manager.
.Accounting, mempunyai kewenangan administrasi keuangan, menghitung bagi
hasil, serta Menyusun laporan keuangan.
Tugas – tugasnya:
a) Mengerjakan jurnal buku besar.
b) Menyusun neraca percobaan.
c) Melakukan perhitungan bagi hasil simpanan
dan pembiayaan.
d) Menyusun laporan keuangan secara perodik.
Marketing
Marketing mempunyai tugas funding (menghimpun dana) dan lending
(menyalurkan dana).
Funding mempunyai tugas dan
kewajiban melaksanakan kegiatan pengerahan dana anggota dan berbagai
sumber dana lainnya untuk memperbesar modal BMT.
Tugas – tugasnya :
a) Menyusun rencana pengerahan simpanan
b) Merencanakan produk – produk simpanan
c) Melakukan analisa data simpanan.
d) Melakukan pembinaan anggota.
e) Membuat laporan perkembangan simpanan.
Lending melaksanakan kegiatan pelayanan kepada
anggota serta melakukan pembiayaan agar pembiayaan yang diberikan tidak macet.
Tugas – tugasnya :
a) Menyusun rencana pembiayaan.
b) Menerima usulan dan melakukan wawancara analisa
pembiayaan
c) Menganalisa proposal pembiayaan anggota.
d) Mengajukan persetujuan pembiayaan kepada manager.
e) Melakukan administrasi pembiayaan.
f) Melakukan pembiayaan terhadap anggota.
g) Membuat laporan perkembangan pembiayaan.
SYARAT dan KETENTUAN PENGAJUAN PEMBIAYAAN
Adapaun syarat – syarat untuk pembiayaan adalah :
a) Mengisi blangko pembiayaan
b) Mengisi blangko pendaftaraan anggota bila
belum menjadi anggota
c) Melampirkan fotocopy KTP anggota (
ditambah KTP Suami / Istri bila sudah menikah )
d) Melampirkan daftar gaji
e) Melampirkan Fotocopy Kartu Keluarga atau
C4
f) Membawa surat jaminan ( BPKP atau
Surat Tanah ) ditujukan untuk karyawan kontrak baru
Keuntungan Produk pembiayaan di BMT IQTISADUNA FE UII adalah :
a) Proses cepat dan mudah
b) Pembiayaan flexibel
c) Pembiayaan bisa dilakukan secara potong
gaji, auto debit, tunai
d) Mendapat ketenangan lahir dan batin
Ketentaun Pembiayaan :
a) Dosen, Karyawan Tetap, Kontrak UII
b) Menyerahkan Fotocopy KTP dan KK yang masih
berlaku
c) Mengisi Blangko sesuai dengan keperluan
yang diajukan dan rencana penggunaan dana
d) Menyerahkan jaminan untuk karyawan kontrak yang
baru pertama melakukan pembiayaan
e) Melakukan akad pembiayaan
f) Menggunakan dana sesuai akad
Setelah blangko formulir pembiayaan di serahkan kembali ke petugas BMT,
maka petugas akan :
a) Meneliti kelengkapan yang telah ditentukan
b) Setelah semuanya komplit maka petugas akan
mengalisis jumlahb pembiayaan yang telah diajukan
c) Petugas BMT berhak untuk menolak
pembiayaan apabila dalam mengajukan pembiayaan, nasabah tersebut mempunyai
pinjaman di unit lain di UII sehingga gaji yang diteroleh tidak bisa untuk di
potong atau di angsur.
d) Petugas BMT mengisi kolom yang telah ada untuk
mengisi kolom – kolom yang telah tersdia, setelah selesai petugas akan
memberikan ke manager untuk disetujui
e) Setelah disetujuai proses pengajuan di
lakukan, lalu pembuatan kuintasi pembiayaan, surat pernyataan nasabah untuk
pemotongan di universitas dan fakultas, surat pernyataan nasabah untuk
menggunukan dana sesaui dengan akad, pembuatan akad perjanjian nsabah
f) Proses pembiayaan kurang lebih 3-5
hari disesuaikan dengan keadaan.
A. HASIL
PENELITIAN
1. Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah
Setiap
terjadi pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan berupaya untuk
menyelamatkan pembiayaan, berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/9/PBI/2011 Tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/PBI/2008
Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank dalam rangka
membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling),
yaitu perubahan jadwal pembayaran
kewajiban nasabah atau jangka waktunya;[28][8]
b. Persyaratan kembali (reconditioning),
yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa menambah
sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank, antara lain
meliputi:
1) perubahan jadwal pembayaran;
2) perubahan jumlah angsuran;
3) perubahan
jangka waktu;
4) perubahan nisbah dalam pembiayaan mudharabah
atau musyarakah;
5)
perubahan proyeksi bagi hasil dalam
pembiayaan mudharabah atau musyarakah;
dan/atau:
6) pemberian potongan.
c. penataan kembali (restructuring),
yaitu perubahan persyaratan Pembiayaan yang antara lain meliputi:
1) penambahan dana
fasilitas pembiayaan bank;
2) konversi akad
Pembiayaan;
3) konversi pembiayaan
menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah; dan/atau;
4) konversi Pembiayaan
menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah[29][9], yang dapat
disertai dengan rescheduling atau reconditioning.
Bank hanya dapat melakukan restrukturisasi pembiayaan
terhadap nasabah yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. nasabah mengalami penurunan
kemampuan pembayaran; dan
b. nasabah memiliki prospek usaha yang baik dan mampu
memenuhi kewajiban setelah restrukturisasi.
Restrukturisasi untuk
Pembiayaan konsumtif hanya dapat dilakukan untuk nasabah yang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. nasabah mengalami
penurunan kemampuan pembayaran; dan
b. terdapat sumber
pembayaran angsuran yang jelas dari nasabah dan mampu memenuhi kewajiban
setelah restrukturisasi.
Restrukturisasi pembiayaan
wajib didukung dengan analisis dan bukti-bukti yang memadai serta
didokumentasikan dengan baik.
Disamping 2 (dua) kriteria di atas maka bank syariah akan melakukan
penyelamatan pembiayaan bermasalah dengan upaya restrukturisasi apabila nasabah
masih mempunyai itikad baik dalam arti masih mau diajak kerjasama dalam upaya
penyelamatan pembiayaan bermasalah, akan tetapi jika nasabah sudah tidak
beritikad baik dalam arti tidak dapat diajak kerjasama dalam upaya penyelamatan
pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan melakukan upaya penyelesaian
pembiayaan bermasalah.
Adapun
landasan syariah yang dapat
mendukung upaya
restrukturisasi pembiayaan yaitu :
·
Dalam
surat Al Baqarah (2):276 : ” Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat
dosa”.
·
Dalam surat Al Baqarah (2) : 280: ” dan
jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui”.
·
Dalam surat Al Baqarah (2) : 286 : ” Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (atas
kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya”.
Dari kutipan ayat Al Quran diatas selalu digarisbawahi pentingnya sedekah dan
tuntunan akan perlunya toleransi terhadap nasabah bila menghadapi nasabah
sedang mengalami kesulitan (dalam arti sebenar-benarnya) membayar kembali
kewajibannya.
·
Hadits Nabi riwayat Muslim :
”orang yang melepaskan seorang muslim
dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat;
dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya.
3. Penyelesaian Pembiayaan
Bermasalah
a. Penyelesaian Melalui Eksekusi Jaminan
Penyelesaian melalui jaminan
dilakukan oleh bank syariah bilamana berdasarkan evaluasi ulang pembiayaan,
prospek usaha nasabah tidak ada,
dan atau
nasabah tidak kooperatif untuk menyelesaikan pembiayaan atau upaya penyelamatan dengan
upaya restrukturisasi tidak membawa hasil melancarkan kembali
pembiayaantersebut. Maka
upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan cara eksekusi jaminan akan dilakukan oleh bank
syariah.
Eksekusi jaminan disesuaikan dengan lembaga jaminan yang membebani benda
jaminan tersebut, rahn (gadai syariah), jaminan hipotik, jaminan hak
tanggungan, dan jaminan fidusia. pada jaminan hipotik eksekusi agunan diatur
pada Pasal 1178 BW, Pada jaminan hak
tanggungan berdasarkan Pasal 20 Undang-undang No. 4 Tahun 1996, bilamana
debitor cidera janji ada 3 alternatif yang dapat dilakukan oleh bank yaitu:[30][10]
1)
berdasarkan hak pemegang hak tanggungan
pertama untuk menjual obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;
2)
berdasarkan
titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan sebagaimana
pada Pasal 14 (2) obyek hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut
tatacara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan
piutang pemegang hak tanggungan dengan hak mendahulu dari para
kreditor-kreditor lainnya;
3)
atas kesepakatan penjualan obyek
jaminan dapat dilaksanakan dibawah tangan jika dengan cara demikian akan dapat
diperoleh harga tertinggi.
Pada jaminan
fidusia berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 apabila debitor
wanprestasi maka obyek jaminan dapat dieksekusi dengan cara :
1)
pelaksanaan titel eksekutorial
2)
penjualan benda yang menjadi obyek
jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum
3)
penjualan dibawah tangan berdasarkan
kesepakatan
Di
Undang-undang Perbankan Syariah pada Pasal 40, bank syariah dan UUS dapat
membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui maupun di luar pelelangan,
berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan
pemberian kuasa untuk menjual dari pemilik agunan, dengan ketentuan agunan yang
dibeli tersebut wajib dicairkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun[31][11]. Dalam hal
harga pembelian agunan melebihi jumlah kewajiban nasabah kepada bank syariah
dan UUS, selisih kelebihan jumlah tersebut harus dikembalikan kepada nasabah
setelah dikurangi dengan biaya lelang dan biaya lain yang terkait langsung
dengan proses pembelian agunan.
Landasan syariah yang berkaitan dengan jaminan
dalam surat Al Baqarah (2) 283: ”Jika kamu dalam perjalanan (dan kamu
bermuamalah / jual beli tidak secara tunai), sedang kamu tidak memperoleh
seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang oleh
siberpiutang...”
Dari Aisyah
bahwasanya Nabi Muhammad SAW pernah membeli bahan makanan dari seorang yahudi
dengan hutang dan beliau memberikan baju besinya sebagai jaminan. (HR.Bukhari,
Muslim dan Nasa’i) Dari Abu Hurairah r.a. bahwa rasulullah bersabda ” Siapapun
yang bangkrut (muflis), lalu kreditornya mendapatkan barangnya sendiri pada si
muflis, maka kreditor itu lebih berhak untuk menarik kembali barangnya daripada
orang lain. (HR.Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah)
b.
Penyelesaian
lewat Badan Arbitrase Syariah Nasional
Berdasarkan klausula dalam
perjanjian pembiayaan, bilamana jika salah satu pihak tidak menunaikan
kewajibannya atau terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak dan tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah, maka penyelesainya melalui Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).[32][12] BASYARNAS
berwenang :
1)
Menyelesaikan secara adil dan
cepat sengketa muamalah (perdata) yang
timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain yang
menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak
yang bersengketa, dan para pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan
penyelesaiannya kepada BASYARNAS sesuai dengan prosedur BASYARNAS.
2)
Memberikan pendapat yang mengikat atas
permintaan para pihak tanpa adanya suatu sengketa mengenai persoalan berkenan
dengan suatu perjanjian.[33][13]
Kesepakatan
untuk menyerahkan penyelesaian sengketa kepada BASYARNAS, dilakukan oleh pihak:
a)
Dengan mencantumkan klausula arbitase dalam suatu naskah perjanjian; atau
b)
Dengan perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat dan disetujui oleh para
pihak, baik sebelum maupun sesudah timbul sengketa.
Keputusan arbitrase merupakan keputusan terkahir dan
mengikat (final and biding). Landasan
Syariah:
Al Quran
a.
Surat Al-Hujarat ayat 9
” jika dua
golongan orang yang beriman berperang (bersengketa), maka damaikan keduanya.
Jika salah satu dari keduanya berbuat aniaya terhadap yang lain, maka
perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sampai mereka kembali kepada ajaran
Allah. Dan jika golongan itu telah kembali, maka damaikan keduanya dengan adil
dan berlakulah adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
2. Surat
An-Nisa ayat 35
”jika kamu
khawatir terjadi sengketa diantara keduanya (suami istri), maka kirimkan
seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan. Jika kedua hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan (perdamaian),
niscaya Allah akan memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maka Mengenal.
c.
Penyelesaian Lewat Litigasi
Penyelesaian lewat litigasi akan ditempuh
oleh bank bilamana nasabah tidak beritkad baik yaitu tidak menunjukkan kemauan
untuk memenuhi kewajibannya sedangkan nasabah sebenarnya masih mempunyai harta
kekayaan ian yang tidak dikuasai oleh bank atau sengaja disembunyikan atau
mempunyai sumber-sumber lain untuk menyelesaikan kredit macetnya.[34][14] Sejak
diundangkannya Undang-Undang Nomer 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama maka
bilamana terjadi sengketa dalam bidang muamalah maka diselesaikan lewat
pengadilan agama. Tujuan dari keberadaan Peradilan Agama adalah bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama
antara orang-orang beragama Islam dibidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah,
waqaf, zakat, infaq, shadaqoh.
Perubahan penting yang terdapat dalam
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 adalah perluasan kekuasaan atau kewenangan
pengadilan agama yang meliputi juga sengketa di bidang ekonomi syariah, hal ini
terdapat pada Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006. yang dimaksud dengan
ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut
syariah, meliputi:
a.
Bank Syariah
b.
Asuransi Syariah
c.
Reasuransi Syariah
d.
Reksa Dana Syariah
e. Obligasi
Syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah
f.
Sekuritas Syariah
g.
Pembiayaan Syariah
h.
Pegadaian Syariah
i.
Dana Pensiun lembaga Keuangan Syariah
j.
Bisnis Syariah dan
k.
Lembaga Keuangan Mikro Syariah.
Dalam penjelasan umum dijelaskan
bahwa penyelesaian yang mungkin timbul pada perbankan syariah, akan dilakukan
melalui pengadilan di lingkungan Peradilan Agama. Disamping itu, dibuka pula kemungkinan
penyelesaian sengketa melalui musyawarah, mediasi perbankan, lembaga arbitrase
atau melalui pengadilan di lingkungan Peradilan Umum sepanjang disepakati di
dalam Akad oleh para pihak. Sedangkan dalam penjelasan pasal demi pasal
dijelaskan yang dimaksud dengan ”penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan
isi Akad” adalah upaya sebagai berikut:
a)
musyawarah
b)
mediasi perbankan
c)
melalui badan Arbitrase Syariah
nasional( Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain; dan /atau
d) melalui
pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum
Pemberlakuan Undang-Undang Perbankan Syariah khususnya Pasal
55 dan penjelasannya telah mereduksi kewenangan Pengadilan Agama dalam
menyelesaikan sengketa di bank syariah, karena dimungkinkan penyelesaian
sengketa melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum sepanjang disepakati di dalam Akad
oleh para pihak. Prinsip kaffah yang terkandung pada penjelasan Pasal 3
Undang-Undang Perbankan Syariah[35][15] seharusnya
betul-betul diterapkan tidak saja dalam produk-produk yang ditawarkan oleh bank
syariah akan tetapi juga dalam penyelesaian sengketanya dilakukan melalui
pengadilan di lingkungan Peradilan Agama.
d.
Hapus
Buku dan Hapus Tagih
Hapus buku adalah tindakan administratif bank untuk
menghapus buku pembiayaan yang memiliki kualitas macet dari neraca sebesar
kewajiban nasabah tanpa menghapus hak tagih bank kepada nasabah. Hapus tagih
adalah tindakan bank menghapus kewajiban nasabah yang tidak dapat diselesaikan,
dalam arti kewajiban nasabah dihapuskan tidak tertagih kembali.[36][16] Hapus buku dan hapus tagih hanya
dapat dilakukan terhadap pembiayaan yang memiliki kualitas macet. Hapus buku
tidak dapat dilakukan terhadap sebagian pembiayaan (partial write off) sedangkan hapus tagih dapat dilakukan baik untuk
sebagian atau seluruh pembiayaan. Hapus tagih terhadap sebagian pembiayaan
hanya dapat dilakukan dalam rangka restrukturisasi pembiayaan atau dalam rangka
penyelesaian pembiayaan. Hapus buku dan/atau hapus hanya dapat dilakukan
setelah bank syariah melakukan berbagai upaya untuk memperoleh kembali aktiva
produktif yang diberikan.
BAB
V
PENUTUP
B. KESIMPULAN
1.
Dalam
pembiayaan BMT melakukan asas kerja sama, sehingga memudahkan dalam pemberian
kredit kepada nasabah
2.
Dalam
asas pembiayaan dalam BMT apabila terjadi adanya pembiayaan bermalsaha
diselesaikan dengan baik – baik melalui proses musyawarah sehingga tidak ada
yang dirugikan satu sama lain.
C. SARAN
3.
Mayarakat
sebaiknya lebih memilih lembaga keuangann lebih mudah dan transparan , sehingga
tidak ada yang dirugikan.
4.
Pembiayaan
bermasalah dalam kasus BMT harus diawasi sehingga tidak terjadi kekeliruan
dalam pelaksanaan penyelesaian pembiayaan yang bermaslah.
[1]Www.Teropongbisnis.Com/Teropong-Perbankan/Perkembangan-Perbankan-Syariah-Di-Indonesia.Html Diakses Pada Tanggal 17 November
2013.
[2]Www.Bi.Go.Id/Web/Id/Publikasi/Perbankan+Dan+Stabilitas+Keuangan/Laporan+Perbankan+Syariah/Lps_2012.HtmlDiunduh Pada Tanggal 17 November
2013.
[3]Skripsi, Risna Budi Arta, Eksistensi
Asuransi Kredit Sebagai Salah Satu Alternatif Bagi Bank Dalam Mengatasi Risiko
Kredit Macet (Studi Di Perusda Bpr Bnak Pasar Klaten), Fakultas Hukum Uns,
Surakarta, 2008, Hlm. 3.
[4]Www.suaramerdeka.com/uang/pembiayaan-tumbuh-angka-463-persen.html diakses pada tanggal 17 november
2013.
[5]Zainul Arifin, Dasar-Dasar
Manajemen Bank Syariah, Cet. 4, Pustaka Alvabeta, Jakarta, 2006, Hlm. 61.
[6][2]Abdul
Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di
Indoensia, Gadjah Mada University Press, Yogjakarta, 2007, h. 65.
[7][3]Nasabah
penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di Bank syariah dan/atau UUS
dalam bentuk simpanan berdasarkan akad antara Bank syariah atau UUS dan nasabah
yang bersangkutan. Nasabah investor
adalah nasabah yang menempatkan dananya di Bank syariah dan/atau UUS dalam
bentuk investasi berdasarkan akad antara Bank syariah atau UUS dan nasabah
bersangkutan
[8]Zulkifli Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan
Syari’ah, Ziknil Hakim, Jakarta,
2003, Hlm. 154.
[9]Prihartono Sigit, Tanya Jawab Masalah Perbankan,
CV Aneka, Solo, 1995, Hlm. 41.
[10]Zulkifli Sunarto, Op. Cit., Hlm. 144.
[14][6]Dana digunakan oleh nasabah tidak sesuai
dengan peruntukkan pembiayaan yang telah disepakati dalam perjanjian.
[15][7]Berdasarkan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 9/9/PBI/2007 Tentang Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah bahwa yang dimaksud
dengan Aktiva Produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun
valuta asing untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk pembiayaan, surat
berharga syariah, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara,
komitmen dan kontinjensi pada transaksi rekening administratif, Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu.
[16]Jurnal Rosmiyanti, Pengaruh
Kredit Dan Kredit Bermasalah Terhadap Rentabilitas (Studi Kasus Pada Bank
BJB Cabang Tasikmalaya), Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Siliwangi.
[17]Rosady Ruslan, Metode
Penelitian, Raja Grafindo, Jakarta, 2004, hlm 32-33
[18]Sugiono, Memahami
penelitian kualitatif, CV. Alfabeta, Bandung, 2005, Hlm. 1
[19] Ibid, Hlm. 145
[20]Marzuki, Metodologi
Riset (panduan penelitian Bidang Bisnis Dan Sosial) Edisi II, Ekonomisia,
Yogyakarta, 2005, Hlm. 60
[21]Marzuki, Op.
Cit, Hlm. 60
[22]Rosady Ruslan,
OP. Cit, Hlm. 23
[23]Moh, Nazir, Metode
penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, Hlm. 212
[24]Ibid, Hlm. 214
[26]Sugiono, Op.
Cit. Hlm. 91
[27]Ibid, Hlm.
92-99
[28][8]Berdasarkan SEBI No.13/18/DPbS tanggal 30 Meo 2011 yang
dimaksud dengan Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan
jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya, tidak termasuk
perpanjangan atas pembiayaan mudharabah atau musyarakah yang
memenuhi kualitas lancar dan telah jatuh tempo serta bukan disebabkan nasabah
mengalami penurunan kemampuan membayar.
[29][9]Penyertaan Modal Sementara adalah
penyertaan modal BUS atau UUS, antara lain berupa pembelian saham dan/atau
konversi Pembiayaan menjadi saham dalam perusahaan nasabah untuk mengatasi
kegagalan penyaluran dana dan/atau piutang dalam jangka waktu tertentu
sebagaimanadimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
[30][10]Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1996 Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.
[31][11]Tujuan pembelian oleh bank adalah untuk
membantu mempercapat penyelesaian kewajiban nasabah. Agunan yang dapat dibeli
oleh bank adalah agunan yang pembiayaannya dikategorikan macet selama jangka
waktu tertentu.
[32][12]Semua
fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia sebelum tahun 2008 selalu
mencantumkan penyelesaiannya lewat Badan Arbitrasi Syariah, akan tetapi
sejak tahun 2008 dalam fatwa dicantumkan : “ Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrasi Syariah atau Pengadilan Agama setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
[33][13]Profil
dan Prosedur Badan Arbitase Syariah Nasional ( BASYARNAS), 3 Februari 2006, h.
9.
[34][14]Sutan
Remy Sjahdeini, op.cit.,h. 103.
[35][15]Pasal
3 Undang-Undang Perbankan Syariah bahwa dalam mencapai tujuan menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional, perbankan syariah tetap berpegang pada
prinsip syariah secara keseluruhan (kaffah) dan konsisten (istiqamah).
[36][16]Hapus tagih merupakan salah satu cara dari
hapusnya perikatan sebagaimana
diatur pada Pasal 1318 BW.
0 komentar:
Posting Komentar