A. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUN 1998
Inflasi dalam tahun 1998 diperkirakan akan mencapai tingkat
yang tertinggi sejak tahun 1970. Perkiraan ini berdasarkan pencapaian
inflasi sebesar 35,07 persen selama periode Januari - Mei 1998. Angka inflasi
yang relatif tinggi tercatat sebesar 33,3 persen pada tahun 1974.
Berdasarkan tingkat inflasi dan
bobotnya maka kelompok bahan makanan merupakan penyumbang inflasi terbesar
selama lima bulan terakhir ini. Dalam kelompok ini tercatat beberapa jenis
komoditi yang memberikan sumbangan besar terhadap inflasi, seperti bawang
merah, tomat sayur, ikan segar, telur ayam ras, beras, dan minyak goreng. Namun
demikian kenaikan harga dalam kelompok ini memperlihatkan
kecenderungan yang semakin menurun.
Kenaikan harga yang terjadi pada
kelompok transportasi dan komunikasi kasi sebesar 17,25 persen pada bulan Mei
1998 diperkirakan dapat mendorong laju inflasi yang relatif tinggi pada bulan
mendatang. Kenaikan biaya transportasi ini merupakan akibat langsung dari
kenaikan harga bahan bakar minyak.
Januari
|
Februari
|
Maret
|
April
|
Mei
|
|
Umum
|
6,88
|
12,76
|
5,49
|
4,70
|
5,24
|
Bahan makanan
|
10,15
|
16,07
|
5,42
|
6,80
|
3,90
|
Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
|
5,14
|
15,95
|
7,15
|
7,68
|
4,00
|
Perumahan
|
3,64
|
10,03
|
3,50
|
2,29
|
4,14
|
Sandang
|
12,56
|
15,62
|
12,50
|
4,34
|
4,53
|
Kesehatan
|
8,79
|
19,93
|
4,63
|
5,29
|
2,40
|
Pendidikan, rekreasi, dan olahraga
|
3,72
|
8,42
|
2,18
|
1,50
|
1,41
|
Transportasi dan komunikasi
|
5,84
|
5,81
|
1,59
|
4,94
|
17,25
|
Tabel 3
Inflasi menurut kelompok barang tahun 1Perkembangan Besaran Moneter,Maret 1998 - Mei 1998 (miliar Rp.)
Inflasi menurut kelompok barang tahun 1Perkembangan Besaran Moneter,Maret 1998 - Mei 1998 (miliar Rp.)
catatan : perhitungan inflasi ini merupakan indeks harga
gabungan 44 kota.
Sumber : Biro Pusat Statis
Sumber : Biro Pusat Statis
Tahun 1999 merupakan tahun pemulihan bagi Pasar Modal
Indonesia setelah dalam beberapa tahun terakhir dilanda krisis ekonomi.
Membaiknya kondisi pasar modal tersebut ditandai dengan meningkatnya volume dan
nilai transaksi perdagangan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) masing-masing sebesar
96,95% dan 48,35% dibandingkan tahun 1998.
Perkembangan lainnya nampak dari proporsi perdagangan saham
pada tahun 1999, di mana pemodal lokal mendominasi perdagangan sebesar 65,02%
dari total nilai transaksi sedangkan transaksi yang dilakukan oleh pemodal
asing sebesar 34,98%.
Meningkatnya aktivitas perdagangan
di bursa tidak terlepas dari pengaruh terbentuknya pemerintah baru yang
legitimate dan diharapkan dapat menciptakan stabilitas politik dan ekonomi yang
lebih baik. Dalam tahun 1999, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar
1,8% dibandingkan tahun 1998 sebesar -13,2% dengan tingkat inflasi menurun
tajam menjadi sebesar 2,01% dibandingkan dengan tingkat inflasi pada tahun
sebelumnya sebesar 77,6% .
Perkembangan tersebut lebih membuka peluang bagi Pasar Modal
Indonesia sebagai sumber alternatif pembiayaan bagi perusahaan dalam
memperbaiki struktur keuangannya. Perusahaan-perusahaan yang melakukan
penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) sebagian besar menggunakan
dana yang diperoleh untuk keperluan restrukturisasi keuangan dan penambahan
modal kerja. Sedangkan untuk Emiten sektor perbankan pada umumnya melakukan
penerbitan HMETD untuk memenuhi ketentuan rasio kecukupan modal yang
dipersyaratkan.
Selama tahun 1999 terjadi 11
Penawaran Umum Saham Perdana (dan 1 Perusahaan Publik) dengan nilai emisi
sebesar Rp805,2 miliar, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 3
Penawaran Umum Saham Perdana (dan 1 Perusahaan Publik) dengan nilai Rp68
miliar. Selain itu terdapat 30 penerbitan HMETD dengan nilai Rp129,93 triliun,
meningkat tajam dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 19 Penerbitan HMETD
dengan nilai sebesar Rp5,07 triliun.
Dalam rangka meningkatkan transparansi laporan keuangan,
pada saat ini tengah dilakukan pengkajian ulang peraturan Bapepam dalam bidang
laporan keuangan dan akuntansi untuk disesuaikan dengan perkembangan yang
terjadi dalam standar pelaporan dan akuntansi. Selain itu Bapepam mengingatkan
secara terus menerus kepada Emiten dan Perusahaan Publik untuk menerapkan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengacu pada standar internasional.
Ada 3 peraturan. Peraturan baru meliputi hal-hal yang berkaitan dengan Tata
Cara Penagihan Sanksi Administratif Berupa Denda dan Pokok-pokok Ketentuan
Perjanjian Pinjaman Subordinasi Perusahaan Efek, sedangkan penyempurnaan
peraturan meliputi antara lain Sistem Pemilihan dan Kriteria Calon Komisaris
dan Direktur Bursa Efek, Pemeliharaan dan Pelaporan Modal Kerja Bersih
Disesuaikan. Di samping itu Bapepam juga menunda pemberlakuan ketentuan Modal
Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) sebesar Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan
efisiensi pasar modal, Bapepam aktif mendorong SRO serta pelaku pasar modal
lainnya untuk menerapkan perdagangan tanpa warkat dan penyelesaian dengan
sistem pemindahbukuan yang akan diterapkan pada semester pertama tahun 2000.
Bapepam telah menyetujui peraturan pelaksanaannya antara lain meliputi
peraturan mengenai Kliring dan Penyelesaian Transaksi Bursa Tanpa Warkat dan
peraturan mengenai Penitipan Kolektif Efek Bersifat Ekuitas.
Di bidang pengaturan dalam tahun 1999, Bapepam menerbitkan 2
peraturan baru dan menyempurnakan Rp5 miliar sampai dengan 1 April 2000. Dalam
mengantisipasi Masalah Komputer Tahun 2000 (MKT 2000), Bapepam telah membentuk
Komite Y2K Pasar Modal dan Millenium Event Management Y2K. Selain itu, Bapepam
bersama SRO aktif meyakinkan pihak pemodal dan pihak terkait lainnya mengenai
kesiapan industri Pasar Modal Indonesia menghadapi MKT 2000, sehingga Pasar
Modal Indonesia terbebas dari masalah Y2K.
Di masa mendatang, Bapepam terus akan mendorong penerapan
prinsip good corporate governance bagi pelaku pasar modal untuk lebih
memperhatikan keterbukaan dan mekanisme pengawasan sehingga kinerja perusahaan
dapat terpantau lebih baik dan untuk meningkatkan kepercayaan pemodal.
Demikian pula Pasar Modal Indonesia terus berupaya menjadi
pasar modal yang sehat dan dinamis. Sebagai badan yang bertugas membina,
mengatur, dan mengawasi perkembangan Pasar Modal Indonesia, Bapepam akan
mengembangkan program-program yang mendukung agar proses peningkatan tersebut
berkelanjutan dan konsisten pada prinsip-prinsip keterbukaan menuju pasar modal
yang wajar, teratur, dan efisien
Badan Pusat Statistik (BPS)
mencatat selama Desember 2000, inflasi mencapai 1,94 persen, sehingga laju
inflasi selama tahun 2000 mencapai 9,35%. Sedangkan laju inflasi tahun anggaran
(April–Desember) 2000 sendiri mencapai sebesar 8,33%, ”Selama Desember 2000
secara umum harga berbagai jenis barang dan jasa menunjukkan kenaikan,
terutama disebabkan dengan beberapa hari raya,” kata Kepala BPS Soedarti
Surbakti seperti dilaporkan Antara di Jakarta, Rabu (3/1).
Besarnya laju inflasi tahun 2000 ini
lebih tinggi dibanding tahun 199 yang hanya mencapai 2,01 %, tapi jauh lebih
rendah dibanding tahun 1998 yang mencapai 77,63%. Selama Desember,
kata Soedarti, beberapa jenis barang dan jasa yang naik. ”Namun ada pula
beberapa jenis barang yang turun harga,” kata dia.
Masih untuk bulan Desember, seluruh
kelompok pengeluaran yang tercakup dalam Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami
inflasi, yaitu kelompok bahan makanan sebesar 5,09%; kelompok maknan jadi,
minuman rokok dan tembakau 0,77 bahan makanan sebesar 5,09%; kelompok maknan
jadi, minuman rokok dan tembakau 0,77%; kelompok perumahan sebesar 0,37%;
kelompok sandang sebesar 2,81% kelompok kesehatan sebesar 0,41%; serta kelompok
pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 0,39%; serta kelompok transport dan
komunikasi 1,16%.
Selama Desember 2000, tercatat 41
kota IHK mengalami inflasi dan dua kota mengalami deflasi, dimana inflasi
tertinggi terjadi di Sibolga, Sumatera Utara,sebesar 4,63% dan inflasi terendah
di Batam, Riau, sebesar 0,41%. ”Deflasi atau inflasi minus terjadi di Manado
sebesar minus 0,16 % dan Kendari minus 0,73 %,” kata Soedarti.
Di Pulau Jawa inflasi terbesar selama
Desember 2000 tercatat di surakrta, Jawa Tengah, sebesar 3,04 % dan inflasi
terendah di Yogyakarta sebesar 1,37%.
Mei 2001
Inflasi Mencapai 1,13 persen
TEMPO Interaktif, Jakarta:Inflasi
terjadi hampir di seluruh kota di Indonesia. 42 dari 43 kota di Indonesia pada
bulan Mei 2001 mengalami inflasi. Dengan inflasi tertinggi terjadi di Palu
sebesar 6,36 persen dan terendah di Pontianak sebesar 0,18 persen. Secara
keseluruhan inflasi bulan Mei 2001 sebesar 1,13 persen. Sedangkan deflasi hanya
terjadi di Jayapura yaitu sebesar –0,05 persen. “Laju inflasi tahun kalender
(Januari-Mei) 2001 sebesar 3,73 persen, sedangkan inflasi year on year (Mei2001
terhadap Mei 2000) sebesar 10.82 persen,” kata Kepala Badan Pusat Statistik,
Soedarti Surbakti dalam pengumuman resminya di Gedung Badan Pusat Statistik
(BPS), Jakarta, Jum’at (01/06) siang.
Inflasi, kata
Soedarti, terjadi karena adanya kenaikan harga barang dan jasa. Harga kelompok
bahan makanan naik sebesar 1,5 persen. Rinciannya, harga kelompok makanan jadi,
minuman, rokok dan tembakau 0,99 persen. Harga kelompok perumahan naik 0,81
persen; harga kelompok sandang 1,97 persen; harga kelompok kesehatan 1,04
persen; harga kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga 0,24 persen dan harga
kelompok transport dan komunikasi 0,69 persen.
Pada kelompok bahan makanan pada bulan
Mei 2001 ini terjadi kenaikan indeks dari 262,89 pada bulan April 2001 menjadi
266,84. Pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau kenaikan indeks
terjadi dari 252,77 pada April 2001 jadi 255,28 pada bulan Mei. Kelompok
perumahan mengalami kenaikan indeks dari 190,09 pada bulan April 2001 menjadi
191,63. Pada kelompok sandang terjadi kenaikan dari 264,85 pada bulan April
2001 menjadi 270,08. Kelompok kesehatan pada bulan Mei 2001 mengalami kenaikan
indeks dari 252,17 menjadi 254,79. Indeks untuk kelompok pendidikan, rekreasi
dan olah raga mengalami kenaikan 203,41 pada bulan April menjadi 203,89.
Sedangkan dari kelompok transport dan komunikasi indeks pada bulan April
sebesar 196,06 dan indeks pada bulan Mei 2001 sebesar 197,42. (Zacharias Wuragil)
RAPBN 2001 Masih Rawan Inflasi
Liputan6.com, Jakarta: Pemerintah mengaku optimistis dengan
prospek pemulihan ekonomi Indonesia di tahun 2001. Menteri Keuangan Prijadi
Praptosuhardjo, Senin (23/10) pagi tadi menyampaikan jawaban atas pemandangan
umum DPR tentang nota keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara 2001. Dalam jawabannya, Prijadi menetapkan asumsi nilai tukar rupiah
adalah Rp 7.300 per dolar Amerika Serikat. Sementara inflasi yang semula
berkisar enam sampai delapan persen, kini ditetapkan menjadi tujuh persen.
Sementara itu pengamat ekonomi Dr Syahrir dalam
wawancaranya dengan SCTV mengatakan, asumsi RAPBN 2001 dipenuhi dengan tingkat
prediksi yang meragukan. Misalnya, asumsi harga minyak dan gas yang sangat timpang
dengan harga saat ini. Begitu pula dengan penetapan kurs nilai rupiah. Menurut
dia, persoalannya bukan pada ketimpangan tersebut, melainkan cara pencapaian
asumsi tersebut.
Syahrir
mengingatkan, mestinya disadari bahwa RAPBN 2001 mengalami defisit. Karena itu,
pemerintah mesti mengatasi hal itu dengan aset privatisasi Badan Usaha Milik
Negara dan bahan bakar minyak. Jika tidak, Indonesia akan mengalami inflasi.
Sebab, selain persoalan defisit tadi, masih ada tekanan makroekonomi yang juga
sangat tinggi.(HFS/Tim Liputan 6 SCTV)
E. Inflasi tahun 2002
Laju
inflasi pada bulan Juni 2002 mencapai 0,36% lebih rendah dibandingkan bulan
yang smaa tahun sebelumnya (1,67%). Secara keseluruhan hingga 6 bulan pertama
(Januari – Juni) tahun 2002 laju inflasi mencapai 4,46% lebih rendah
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,46%.
Sedangkan pada bulan November 2002 inflasi sebesar 1,85%. Dengan demikian laju
inflasi kalender (Januari – Juni) 2002 sebesar 8,72%. Mengenai laju inflais
kalender yang mencapai 8,72% angka ini lebih rendah dibanding periode yang sama
tahun sebelumnya yang mencapai 10,76%. Bulan Ramadhan berpengaruh terhadap
perkembangan harga berbagai jenis barang dan jasa. Hal ini terbukti yaitu
adanya kenaikan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 4,92 dan angka 265,95 pada
Oktober 2002 menjadi 270,87 pada November 2002.
Walaupun
secara keseluruhan kondisi perekonomian Indonesia terus menunjukkan perbaikan
namun beberapa indikator lainnya masih belum sepenuhnya pulih.
Tabel. Inflasi Nasional per Bulan, Jnauari – Desember 2002
Bulan / Month
|
2002
|
Januari
|
1.99
|
Februari
|
1.50
|
Maret
|
-0.02
|
April
|
-0.24
|
Mei
|
0.80
|
Juni
|
0.36
|
Juli
|
0.82
|
Agustus
|
0.29
|
September
|
0.53
|
Oktober
|
0.54
|
Nopember
|
1.85
|
Desember
|
1.20
|
Total
|
10.03
|
Analisis Tabel
Inflasi terbesar tahun 2002 pada bulan Januari yaitu
sebesar 1,99%. Inflasi terendah / deflasi adalah bulan Maret. Laju inflasi pada
bulan Juni 2002 mencapai 0,36% lebih rendah dibandingkan bulan yang sama tahun
sebelumnya (1,67%). Secara keseluruhan hingga 6 bulan pertama (Januari – Juni)
tahun 2002 laju inflasi mencapai 4,46%. Secara keseluruhan kondisi
perekonomian Indonesia terus menunjukkan perbaikan.
PERKEMBANGAN EKONOMI MONETER ( INFLASI )
TAHUN 2003
No
|
BULAN
|
INFLASI %
|
IHK
(Bln Po) %
|
HK
(Bulan Pn) %
|
Tingkat Kenaikan IHK %
|
LAJU INFLASI %
|
INFLASI year on year(2003 dg 2002)
%
|
1
|
Januari
|
0,80
|
274,13
|
276,33
|
2,20
|
0,80
|
8,74
|
2
|
Pebruari
|
0,20
|
276,33
|
276,87
|
0,54
|
1,00
|
7,34
|
3
|
Maret
|
-0,23
|
276,87
|
276,23
|
-0,64
|
0,77
|
7,12
|
4
|
April
|
0,15
|
276,23
|
276,65
|
0,42
|
0,92
|
7,54
|
5
|
Mei
|
0,21
|
276,65
|
277,23
|
0,58
|
1,13
|
6,91
|
6
|
Juni
|
0,09
|
277,23
|
277,49
|
0,26
|
1,23
|
6,62
|
7
|
Juli
|
0,03
|
277,49
|
277,58
|
0,09
|
1,26
|
5,79
|
8
|
Austus
|
0,84
|
277,58
|
279,92
|
2,34
|
2,11
|
6,38
|
9
|
September
|
0,36
|
279,92
|
280,93
|
1,01
|
2,48
|
6,20
|
10
|
Okrtober
|
0,55
|
280,93
|
282,48
|
1,55
|
3,05
|
6,22
|
11
|
November
|
1,01
|
282,48
|
285,32
|
2,84
|
4,08
|
5,33
|
12
|
Desember
|
0,94
|
285,32
|
287,99
|
2,67
|
5,06
|
5,06
|
Total
|
5,06
|
3341,16
|
3355,02
|
13,86
|
23,89
|
79,25
|
ANALISIS
Pada tahun 2003, inflasi
terbesar terjadi pada bulan November yaitu
sebesar 1,01% dan mengalami deflasi pada
bulan Maret sebesar -0,23%. Sedangkan
inflasi terendah ( bukan deflasi ) adalah sebesar
0,03%.
Tingkat kenaikan
IHK pada tahun ini yang terbesar
terjadi pada bulan November yaitu
sebesar 2,84% yang merupakan hasil dari
pengurangan IHK bulan November tahun 2003
dengan IHK bulan Oktober tahun 2003
yaitu dari 285,32% dengan 282,48%. Sedangkan
tingkat kenaikan IHK terendah terjadi pada
bulan Maret yaitu sebesar -0,64% yang
merupakan hasil pengurangan dari IHK
bulan Maret tahun 2003 dengan IHK
bulan Pebruari tahun 2003 yaitu dari
276,23% dengan 276,87%.
Laju inflasi terbesar terjadi
pada bulan Desember sebesar 5,06% dan
laju inflasi terendah terjadi pada bulan
Maret sebesar 0,77%.
Inflasi
year on year yang terbesar terjadi
pada bulan Januari yaitu sebesar
8,74% yang merupakan perbandingan antara
bulan Januari tahun 2002 dengan Januari
tahun 2003. Sedangkan inflai year on year terendah
terjadi pada bulan Desember yaitu sebesar 5,06
% yang merupakan perbandingan antara
bulan Desember tahun 2002 dengan Desember
tahun 2003.
Dari tabel di bawah ini dapat kita
lihat bahwa perkembangan inflasi Indonesia dari tahun 2004 – 2011 sangat
fluktuatif namun begitu secara keseluruhan memiliki tren yang positif. Pada
tahun 2004 inflasi di Indonesia sebesar 6,4 %
Berdasarkan data statistik yang di
peroleh dari BPS di Indonesia bahwa
perkembangan laju inflasi mulai dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2011, pada tahun 2004 IHK meningkat menjadi
792,09 persen dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 5,1 persen (629,90). Hal
ini disebabkan oleh naiknya inflasi pada tahun 2004
dengan angka 6,4 persen. Pada akhir tahun 2004 tepatnya tanggal 26 Desember 2004, terjadi musibah
gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan sebagian Sumatera. Sehingga ini merupakan musibah yang dialami oleh bangsa Indonesia karena
kerusakan yang ditimbulkan amat parah oleh bencana tersebut.
Tabel 1.1
Perkembangan Laju
Inflasi Di IndonesiaTahun 2004 - 2011
Tahun
|
Inflasi ( %)
|
Pertumbuhan (%)
|
2004
|
6,4
|
-
|
2005
|
17,1
|
1,67
|
2006
|
6,60
|
-0,61
|
2007
|
6,59
|
0,00
|
2008
|
11,06
|
0,68
|
2009
|
2,78
|
-0,75
|
2010
|
6,96
|
1,50
|
2011
|
3,79
|
-0,46
|
Sumber: Badan Pusat Statistik
(diolah), 2012
Dampak dari bencana
tersebut sangat berperpengaruh terhadap meningkatnya laju inflasi hingga berlanjut pada tahun 2005 menjadi 17,1
persen, yang kemudian pada tahun 2006 laju inflasi menjadi 6,60 persen. Sama halnya pada tahun 2006. Pada tahun 2007 laju inflasi masih stagnan di
posisi 6,59 persen, ini membuktikan pada saat itu perekonomian indonesia dalam
kondisi stabil. Pada tahun 2008 kondisi ekonomi global mengalami goncang
krisis, yang berawal ketika Amerika serikat gagal mengelola usaha properti, sehingga
berdampak terhadap laju inflasi dalam negeri yang meningkat mencapai 11,06
persen.
Dorongan tersebut
berasal dari lonjakan harga minyak dunia yang mendorong dikeluarkannya
kebijakan subsidi harga BBM. Tekanan inflasi makin tinggi akibat harga komoditi
global yang tinggi. Namun inflasi tersebut berangsur menurun di akhir tahun
2008 karena harga komoditi yang menurun dan penurunan harga subsidi BBM.
Pada tahun 2009 kondisi perekonomian dunia dan khususnya
Indonesia mulai menunjukkan perbaikan dengan menurunnya laju inflasi ke 2,78
persen dan pada tahun 2010 kembali terjadi krisis ekonomi di eropa dan
berpengaruh pada perekonomian global, kondisi ini sangat berdampak terhadap
Negara- Negara berkembang salah satunya
Indonesia yang sangat bergantung pada lembaga bank dunia dan IMF. Pada
saat itu menunjukkan laju inflasi Indonesia sebesar 6,78. Pada tahun 2011
indonesia berhasil mengantisipati krisis ekonomi yang terjadi di dunia dengan
kondisi ekonomi yang stabil laju inflasi pada tahun 2011 sebesar 3,78
Bulan
|
Tahun 2011
|
Tahun 2012
|
Tahun 2013
|
Tahun 2014
|
||||||
IHK
|
Inflasi
|
IHK
|
Inflasi
|
IHK
|
Inflasi
|
IHK
|
Inflasi
|
|||
Jan
|
126.29
|
0.89
|
130.9
|
0.76
|
136.88
|
1.03
|
110.99
|
1.07
|
||
Feb
|
126.46
|
0.13
|
130.96
|
0.05
|
137.91
|
0.75
|
111.28
|
0.26
|
||
Mar
|
126.05
|
-0.32
|
131.05
|
0.07
|
138.78
|
0.63
|
111.37
|
0.08
|
||
Apr
|
125.66
|
-0.31
|
131.32
|
0.21
|
138.64
|
-0.1
|
111.35
|
-0.02
|
||
Mei
|
125.81
|
0.12
|
131.41
|
0.07
|
138.6
|
-0.03
|
111.53
|
0.16
|
||
Jun
|
126.5
|
0.55
|
132.23
|
0.62
|
140.03
|
1.03
|
112.01
|
0.43
|
||
Jul
|
127.35
|
0.67
|
133.16
|
0.7
|
144.63
|
3.29
|
113.05
|
0.93
|
||
Agt
|
128.54
|
0.93
|
134.43
|
0.95
|
146.25
|
1.12
|
113.58
|
0.47
|
||
Sep
|
128.89
|
0.27
|
134.45
|
0.01
|
145.74
|
-0.35
|
113.89
|
0.27
|
||
Okt
|
128.74
|
-0.12
|
134.67
|
0.16
|
145.87
|
0.09
|
114.42
|
0.47
|
||
Nov
|
129.18
|
0.34
|
134.76
|
0.07
|
146.04
|
0.12
|
116.14
|
1.5
|
||
Des
|
129.91
|
0.57
|
135.49
|
0.54
|
146.84
|
0.55
|
N.A
|
N.A
|
||
Tahunan
|
3.79
|
4.3
|
8.38
|
|||||||
Keterangan :
|
||||||||||
1. Sebelum April 1979, yang digunakan
sebagai dasar yaitu September 1966 ( September 1966 = 100 )
|
||||||||||
2. Mulai April 1979, digunakan istilah Indeks
Harga Konsumen (sebelumnya menggunakan istilah Index Biaya Hidup). Dasarnya
April 1977-Maret 1978. Menggunakan pola konsumsi hasil SBH (Survey Biaya
Hidup ) tahun 1977/1978 di 17 ibukota propinsi ( April 1977-Maret 1978 = 100
).
|
||||||||||
3. Mulai April 1990-1997, IHK menggunakan tahun
dasar 1988/1989. Menggunakan pola konsumsi biaya hidup hasil SBH di 27
ibukota propinsi. (1988/1989 = 100 )
|
||||||||||
4. Mulai Desember 1997, IHK menggunakan pola
konsumsi hasil SBH di 44 Kota tahun 1996. ( 1996 = 100)
|
||||||||||
5. Mulai Januari 2004, digunakan tahun dasar
2002. IHK dihitung berdasarkan pola konsumsi hasil SBH di 45 kota tahun 2002
( 2002 = 100 )
|
||||||||||
6. Mulai Juni 2008, digunakan tahun dasar 2007, IHK
dihitung berdasarkan pola konsumsi hasil SBH di 66 kota tahun 2007 (2007 =
100)
|
||||||||||
7. Mulai Tahun 2014, digunakan tahun dasar 2012, IHK
dihitung berdasarkan pola konsumsi hasil SBH di 82 kota tahun 2012 (2012 =
100)
|
BalasHapusThanks ya, artikel sangat membantu dalam menyelesaikan tugas perkuliahan tentang inflasi dan pengangguran. Kunjungi juga ya MAKALAH INFLASI DAN PENGANGGURAN
Inflasi yang tinggi tahun 1998 menyebabkan krisis perekonomian
BalasHapus